Selasa, 10 Maret 2015

Buletin Edisi 4



 Power of Month Rajab
Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.

Rajab diantara Bulan Haram
Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,

 “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)
Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?
Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).

Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab
Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, 210)
Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Tidak ada lagi faro’ dan  ‘atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976).

 Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak ada lagi ‘atiiroh dalam Islam. ‘Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ‘atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ‘ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ‘Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ‘ied.
‘Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ‘ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ‘ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ‘ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah riwayat,

 “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ‘Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam)
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ‘ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ‘ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)
Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa. Sholat yang dilaksanakan pada bulan ini dinamakan sholat roghaib. Penjelasan sholat dan puasa ini akan dibahas dalam penjelasan berikut ini.

Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab
Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.
Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama  bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.
Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).
Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh, orang  yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)
Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah, 242)
Ath Thurthusi mengatakan, “Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh -semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242)

Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)
Telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
 “Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Adapun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (LihatMajmu’ Al Fatawa, 25/291)
Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)
Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut:
1.        Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
2.       Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).
3.        Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)

Keistimewaan Puasa Di Bulan Rajab
Sabda Rasulullah saw, RAJAB adalah bulan Allah, SYA'BAN adalah bulanku dan, Ramadhan adalah bulan umatku. Barang siapa berpuasa dua hari (pahalanya berlipat,dan setiap takarannya sama degan berat gunung" di dunia). Tiga hari (Allah akan mjdkn puasa itu sebuah parit yg lebarnya perjalanan satu tahun diantara dirinya dg neraka). Tiga hari (Allah tetapkan baginya puasa sebulan). Tijuh hari (Allah tutupkan baganya tujuh pintu neraka). Delapan hari (Allah bukakan delapan pintu syurga). 1/2bulan (Allah tetapkn baginya keridhoan-Nya, dan barang siapa yang di tetapkan keridhoan-Nya maka Dia tidak akan mengazabnya). Satu bulan (Allah menghisabnya dg hisab yang mudah).
Ada riwayat lain yang menyatakan, Dari Abi Huraiha bahwa Rasulullah saw juga bersabda, "Barang siapa berpuasa tanggal 27 Rajab maka Allah mencatatny sebagaimana orang berpuasa 60 bulan."
Do'a & Dzikir Memasuki Bulan Rajab
"Allahummaa bariklanaa fii rajaba wa sya'ban wa balighna ramadhan"
(Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab, Sya'ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan)

Do'a dan Dzikir Dibulan Rajab :
Robbighfirlii warhamnii watub 'alayya
Dibaca sehabis subuh dan maghrib selama bulan Rajab. 70x setiap ba'da isya' pada malam bulan Rajab, maka kulitny tidak akan tersentuh Api Neraka

Subhaanallaahil-hayyil-qoyyuum 100x, dibaca dari tanggal 1-10 Rajab.
Subhaanallaahil-ahadish-shomad 100x, dibaca dari tanggal 11-20 Rajab.
Subhaanallaahir-ro'ufir-rahiimm 100x, dibaca dari tanggal 21-30 Rajab.

Barang siapa membaca : AHMADU RASUULULLAH MUHAMMADUR RASUULULLAH 35X, Dibaca pada saat khutbah di hari Jum’at Akhir bulan Rojab, maka dimudahkan rizqinya dan dicukupi segala kebutuhanya (Qaul Ulama’).

Semoga apa yang terkandung dalam artikel ini membawa keberkahan dan menjadi bahan pengetahuan yang bermanfaat. Manusia adalah makhluk yang memiliki keterbatasan, maka dari itu, penulis berniat meminta maaf apabila ada kata atau kalimat yang kurang baik dan kurang tepat. Jika memang benar terdapat kasalahan, pembaca bisa membenarkan atau mengkritik dan memberi masukan melalui nomor yang tertera untuk artikel selanjutnya.
Dapatkan hadiah yang menarik dari Redaksi,  bagi kamu sedulur EKSPAS yang mengirim artikel, puisi, pantun, cerita lucu, surat pembaca atau menjawab kuis dengan benar.
Penerima hadiah untuk edisi 3 :
1.     M. Atho’ilah (Kayugeritan)
2.    Aggun (Gutomo)
3.    Nita (Leggokalong)
4.    Indah (Leggokalong)
Untuk nama yang disebutkan bisa mengambil hadiah di Rekanita Nurul Khafifah (Ketua IPPNU) CP : 085842268097
TAKHASITAWA
Nang ngisor wet asem jejer gili gede sudrun karo baron isik jagong, karo nyawang cewek-cewk sing lewat, jare sih cuci mata.
Sudrun  : Weteh, edan ah kae cewek gowo BMW leh..
Baron    : Ah yo por, cewek ayu koyo kae kok edan, melas yo.
Sudrun  : Wuahaha, sing edan kowe ron.
Baron    : Nah, priben jare.
Sudrun : Halah embuh, piker dewe.
Baron    : Kowe ngerti ra drun, mobil BMW sing larang opone.
Sudrun  : Ah yo genah mesine ra.
Baron    : Salah drun.
Sudrun  : Idih, yo ora oo, jajal mobil Keri muninekoyo wong grendem, nek BMW kan  ora ono suarane, leles pokoke.
Baron    : Tapi sik ono sing larang maning drun, dari pada mesine.
Sudrun  : Halah, opo jal, ngarang be..
Baron    : Ikh, ngeyel sih genah sing larang kowe” W” e tok.
Sudrun  : Nak, kok biso?
Baron    : He’eh, jal “W” diganti “X” dadi opo?
Sudrun  : BMX!
Baron    : Yo pok? Bener kan BMW diganti BMX larang endi drun..
Sudrun : Iyo yo ron, yong la odong yo?
Baron    : Wuahaha, po kowe nembe ngerti nek kowe odong drun..




AKSARA DALAM DOA
Oleh : Taofiq

Untuk memilikimu tak semudah turun kejalan
Menentang para penguasa
Atau memindahkan gunung berapi ketengah kota
Aku dan kamu menggema dalam diam tak bersapa".


Nona kupanggili namamu
Bila kau dengar bisikan angin diantara rimbun daun subuh
Ketika itu belaian rintik disetiap lembarnya
melewati tulang tulang daun yang basah
Serupa kau yang kerap melintas dianganku, kau mendekat
dengan daun rindumu yang rambat.

Kupanggil kau
Nona
Ingin kubercerita tentang kesetiaan embun
yang setiap pagi tak pernah alpa bernyanyi
lewat lembut dingin kabut.

Seperti aku yang setia menyapamu lewat doa
yang Tuhan mendengarnya meski engkau tidak.

JUJUR DALAM DUNIA SEKOLAH
     By : Anin
                 Jujur adalah hal yang sepele murah tapi susah dijalankan, apalagi di dunia sekolah, tidak mau munafik sebagai siswa/mantan siswa dulu, sering kali kita menyaksikan ketidak jujuran bahkan kita sendiri yang jadi pelaku dari perbuatan tidak jujur itu. Hii WAW padahal malaikat atip tidak pernah tidur, juga tidak pernah lengah lo.
                 Entah dalam keadaan sadar/tidak sadar jujur sering sekali disepelekan menjadi hal yang tidak ada nilainya. Apalagi dalam dunia sekolah ternyata pendidikan tidak selamanya mendidik kita menjadi insan mulia yang berakhlakul kharimah. Haduh kalian sadar tidak sih, kita sudah terhasut setan. Setan sekolah pasti bangga sekali sudah berhasil menghasut kita. Hmm ada yang masih belum mengakui? yuk kita simak berbuatan tidak jujur yang kerap dilakukan anak sekolahan :
1.       Alasan Palsu, saat terlambat sekolah ketika kita dimintai alasan kenapa terlambat tidak lebih dari beberapa siswa membuat alasan palsu, semakin sering terlambat semakin terlatih otak membuat alasan palsu, dan akhiryna silidah pun sudah terbiasa mengucapkan hal yang tidak jujur.
2.       Nyontek saat ulangan, nah ini dia yang sudah membudaya disemua sekolahan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang namanya nyontek itu dianggap hal biasa, bahkan orang yang idealis tidak  mau menyontek/dimintai contekan akan menjadi orang yang dijauhi oleh teman-temannya, mereka justru menganggap aneh padahal si aneh itulah yang benar. Terus ada juga yang mengatakan “JUJUR ANCUR” wah benar-benar sekarang jujur tidak ada nilainya lagi.
3.       Silahkan cari sendiri ya sahabat EKSPAS. Hehehe
Nah dari dua hal diatas itu adalah perbuatan siswa, sekarang kita intip perbuatan guru kita yuk.. Pernahkan kalian memperhatikan beberapa guru kita yang memberikan motivasi dengan kata-kata yang halus tapi sebenarnya pada intinya menyuruh kita untuk tidak jujur. Contoh kecil ketika hendak UN sebagian guru mengajarkan kita untuk bisa kerja sama dengan cara bermain kode, ada yang mengajarkan dengan cara menjatuhkan pensil kodenya jika dijatuhkan ke depan maka “A” jika ke belakang maka “B” samping kiri “C” samping kanan “D”. Hayu sudah mulai ingat belum?
Sekarang mulai dipikirikan lagi coba? Apakah anda tidak jujur dalam kebaikan? Apakah iya kesalahan seperti itu kesalah yang dimaafkan? Yuk Intropeksi diri.  






 


0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

asa. Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

jam

Aini

Popular Posts

 

Followers

 

globe

Templates by Nano Yulianto | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger