Power of Month Rajab
Segala puji bagi Allah Rabb
Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para
sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kita
bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah
satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa
saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan
membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan
pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.
Rajab diantara Bulan Haram
Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir
dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram.
Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi
Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab
mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi,
penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan
matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada
orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu,
Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya
hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan
munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana
yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Setahun berputar sebagaimana
keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua
belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya
berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi
adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR.
Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Jadi empat bulan suci yang
dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu
Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena
dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut
diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan
untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya
karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik
untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir
surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan
ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan
haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang
berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai
bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut
dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala
yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)
Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?
Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram
tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama
adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama
Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama
Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang
lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan
Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain
mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat
Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if
Al Ma’arif (hal. 203).
Hukum yang Berkaitan Dengan
Bulan Rajab
Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum
yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah
hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya
adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para
ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah
dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut
sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat
pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor
pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang
dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, 210)
Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu,
orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan
dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena
dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum
‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama
berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam
Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada lagi faro’
dan ‘atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976).
Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan
nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak ada lagi ‘atiiroh dalam Islam.
‘Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan
penyembelihan ‘atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan
pada bulan tersebut sebagai ‘ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan
juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.”
Ibnu ‘Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ‘ied.
‘Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ‘ied
(sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ‘ied (perayaan) kaum muslimin
hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat
‘ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah riwayat,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan
sebagai ‘ied.” (HR. ‘Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf).
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara
marfu’, yaitu sampai pada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam)
Ibnu
Rajab rahimahullah mengatakan, “Intinya, tidaklah dibolehkan
bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘ied selain apa yang
telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ‘ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha
dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ‘ied setiap pekannya
adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan
perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya
dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)
Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa. Sholat yang dilaksanakan pada bulan ini dinamakan
sholat roghaib. Penjelasan sholat dan puasa ini akan dibahas dalam penjelasan
berikut ini.
Mengkhususkan Shalat Tertentu
dan Shalat Roghoib di bulan Rajab
Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada
anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.
Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat
yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan
Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis
pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah
raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca
Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian
setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.
Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara
shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni
dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan
tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul
Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab
hadits-hadits palsu).
Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh,
orang yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini
sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan
sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun
ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus
melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat
Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu
pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya
aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat
tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat
ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir
shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy,
2/125-126)
Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480
Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya.
(Al Bida’ Al Hawliyah, 242)
Ath Thurthusi mengatakan, “Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat
ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum,
para tabi’in, dan salafush sholeh -semoga rahmat Allah pada
mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al
Bida’ Al Hawliyah, 242)
Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk
berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak
ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang
terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan
Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu
bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan
bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua
adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’
(palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai
sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang
maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)
Telah dicontohkan oleh para
sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena
ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah
dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa
seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
“Janganlah engkau menyamakan
puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’
Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini
dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul
Gholil)
Adapun perintah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di
bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka
ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak
mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (LihatMajmu’ Al Fatawa,
25/291)
Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan
Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika
ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana
puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah
tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa
sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan
berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)
Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga
point berikut:
1. Jika dikhususkan berpuasa
penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang
awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan
tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang
wajib).
3. Jika dianggap bahwa puasa di
bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan
lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil
dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)
Keistimewaan Puasa Di Bulan
Rajab
Sabda Rasulullah saw, RAJAB adalah bulan Allah,
SYA'BAN adalah bulanku dan, Ramadhan adalah bulan umatku. Barang siapa berpuasa
dua hari (pahalanya berlipat,dan setiap takarannya sama degan berat
gunung" di dunia). Tiga hari (Allah akan mjdkn puasa itu sebuah parit yg
lebarnya perjalanan satu tahun diantara dirinya dg neraka). Tiga hari (Allah
tetapkan baginya puasa sebulan). Tijuh hari (Allah tutupkan baganya tujuh pintu
neraka). Delapan hari (Allah bukakan delapan pintu syurga). 1/2bulan (Allah
tetapkn baginya keridhoan-Nya, dan barang siapa yang di tetapkan keridhoan-Nya
maka Dia tidak akan mengazabnya). Satu bulan (Allah menghisabnya dg hisab yang
mudah).
Ada riwayat lain yang menyatakan, Dari Abi Huraiha
bahwa Rasulullah saw juga bersabda, "Barang siapa berpuasa tanggal 27
Rajab maka Allah mencatatny sebagaimana orang berpuasa 60 bulan."
Do'a & Dzikir Memasuki
Bulan Rajab
"Allahummaa bariklanaa fii rajaba wa sya'ban wa
balighna ramadhan"
(Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab, Sya'ban
serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan)
Do'a dan Dzikir Dibulan Rajab
:
Robbighfirlii warhamnii watub 'alayya
Dibaca sehabis subuh dan maghrib selama bulan Rajab.
70x setiap ba'da isya' pada malam bulan Rajab, maka kulitny tidak akan
tersentuh Api Neraka
Subhaanallaahil-hayyil-qoyyuum 100x, dibaca dari
tanggal 1-10 Rajab.
Subhaanallaahil-ahadish-shomad 100x, dibaca dari
tanggal 11-20 Rajab.
Subhaanallaahir-ro'ufir-rahiimm 100x, dibaca dari
tanggal 21-30 Rajab.
Barang siapa membaca : AHMADU RASUULULLAH MUHAMMADUR
RASUULULLAH 35X, Dibaca pada saat khutbah di hari Jum’at Akhir bulan Rojab,
maka dimudahkan rizqinya dan dicukupi segala kebutuhanya (Qaul Ulama’).
Semoga apa yang
terkandung dalam artikel ini membawa keberkahan dan menjadi bahan pengetahuan
yang bermanfaat. Manusia adalah makhluk yang memiliki keterbatasan, maka dari
itu, penulis berniat meminta maaf apabila ada kata atau kalimat yang kurang
baik dan kurang tepat. Jika memang benar terdapat kasalahan, pembaca bisa
membenarkan atau mengkritik dan memberi masukan melalui nomor yang tertera
untuk artikel selanjutnya.
Dapatkan hadiah yang menarik dari
Redaksi, bagi kamu sedulur EKSPAS yang mengirim artikel, puisi, pantun,
cerita lucu, surat pembaca atau menjawab kuis dengan benar.
Penerima hadiah untuk edisi
3 :
1. M.
Atho’ilah (Kayugeritan)
2. Aggun
(Gutomo)
3. Nita
(Leggokalong)
4. Indah
(Leggokalong)
|
Untuk nama yang disebutkan
bisa mengambil hadiah di Rekanita Nurul Khafifah (Ketua IPPNU) CP :
085842268097
TAKHASITAWA
TAKHASITAWA
Nang ngisor wet asem jejer
gili gede sudrun karo baron isik jagong, karo nyawang cewek-cewk sing lewat,
jare sih cuci mata.
Sudrun : Weteh, edan ah
kae cewek gowo BMW leh..
Baron : Ah
yo por, cewek ayu koyo kae kok edan, melas yo.
Sudrun : Wuahaha, sing
edan kowe ron.
Baron : Nah,
priben jare.
Sudrun : Halah embuh, piker
dewe.
Baron : Kowe
ngerti ra drun, mobil BMW sing larang opone.
Sudrun : Ah yo genah
mesine ra.
Baron :
Salah drun.
Sudrun : Idih, yo ora
oo, jajal mobil Keri muninekoyo wong grendem, nek BMW kan ora ono
suarane, leles pokoke.
Baron : Tapi
sik ono sing larang maning drun, dari pada mesine.
Sudrun : Halah, opo jal,
ngarang be..
Baron : Ikh,
ngeyel sih genah sing larang kowe” W” e tok.
Sudrun : Nak, kok biso?
Baron :
He’eh, jal “W” diganti “X” dadi opo?
Sudrun : BMX!
Baron : Yo
pok? Bener kan BMW diganti BMX larang endi drun..
Sudrun : Iyo yo ron, yong la
odong yo?
Baron :
Wuahaha, po kowe nembe ngerti nek kowe odong drun..
AKSARA DALAM DOA
Oleh : Taofiq
Untuk memilikimu tak semudah turun kejalan
Menentang para penguasa
Atau memindahkan gunung berapi ketengah kota
Aku dan kamu menggema dalam
diam tak bersapa".
Nona kupanggili namamu
Bila kau dengar bisikan angin diantara rimbun daun
subuh
Ketika itu belaian rintik disetiap lembarnya
melewati tulang tulang daun yang basah
Serupa kau yang kerap melintas dianganku, kau mendekat
dengan daun rindumu yang rambat.
Kupanggil kau Nona
Ingin kubercerita tentang kesetiaan embun
yang setiap pagi tak pernah alpa bernyanyi
lewat lembut dingin kabut.
Seperti aku yang setia menyapamu lewat doa
yang Tuhan mendengarnya meski engkau tidak.
Ketika itu belaian rintik disetiap lembarnya
melewati tulang tulang daun yang basah
Serupa kau yang kerap melintas dianganku, kau mendekat
dengan daun rindumu yang rambat.
Kupanggil kau Nona
Ingin kubercerita tentang kesetiaan embun
yang setiap pagi tak pernah alpa bernyanyi
lewat lembut dingin kabut.
Seperti aku yang setia menyapamu lewat doa
yang Tuhan mendengarnya meski engkau tidak.
JUJUR DALAM DUNIA SEKOLAH
By :
Anin
Jujur adalah hal yang sepele murah tapi susah dijalankan, apalagi di dunia
sekolah, tidak mau munafik sebagai siswa/mantan siswa dulu, sering kali kita
menyaksikan ketidak jujuran bahkan kita sendiri yang jadi pelaku dari perbuatan
tidak jujur itu. Hii WAW padahal malaikat atip tidak pernah tidur, juga tidak
pernah lengah lo.
Entah dalam keadaan sadar/tidak sadar jujur sering sekali disepelekan menjadi
hal yang tidak ada nilainya. Apalagi dalam dunia sekolah ternyata pendidikan tidak
selamanya mendidik kita menjadi insan mulia yang berakhlakul kharimah. Haduh
kalian sadar tidak sih, kita sudah terhasut setan. Setan sekolah pasti bangga
sekali sudah berhasil menghasut kita. Hmm ada yang masih belum mengakui? yuk
kita simak berbuatan tidak jujur yang kerap dilakukan anak sekolahan :
1. Alasan Palsu, saat terlambat
sekolah ketika kita dimintai alasan kenapa terlambat tidak lebih dari beberapa
siswa membuat alasan palsu, semakin sering terlambat semakin terlatih otak
membuat alasan palsu, dan akhiryna silidah pun sudah terbiasa mengucapkan hal
yang tidak jujur.
2. Nyontek saat ulangan, nah ini
dia yang sudah membudaya disemua sekolahan mulai dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi yang namanya nyontek itu dianggap hal biasa, bahkan orang yang
idealis tidak mau menyontek/dimintai contekan akan menjadi orang yang
dijauhi oleh teman-temannya, mereka justru menganggap aneh padahal si aneh
itulah yang benar. Terus ada juga yang mengatakan “JUJUR ANCUR” wah
benar-benar sekarang jujur tidak ada nilainya lagi.
3. Silahkan cari sendiri ya sahabat
EKSPAS. Hehehe
Nah dari dua hal diatas itu adalah perbuatan siswa, sekarang kita intip
perbuatan guru kita yuk.. Pernahkan kalian memperhatikan beberapa guru kita
yang memberikan motivasi dengan kata-kata yang halus tapi sebenarnya pada
intinya menyuruh kita untuk tidak jujur. Contoh kecil ketika hendak UN sebagian
guru mengajarkan kita untuk bisa kerja sama dengan cara bermain kode, ada yang
mengajarkan dengan cara menjatuhkan pensil kodenya jika dijatuhkan ke depan
maka “A” jika ke belakang maka “B” samping kiri “C” samping kanan “D”. Hayu
sudah mulai ingat belum?
Sekarang mulai dipikirikan lagi coba? Apakah anda tidak jujur dalam
kebaikan? Apakah iya kesalahan seperti itu kesalah yang dimaafkan? Yuk
Intropeksi diri.
0 komentar:
Posting Komentar