Bagaimana
seorang Muslim berpikir?
"(Yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Aali ‘Imraan, 3:191)
HARUN YAHYA
Copyright © Harun Yahya 2000 CE
First Published by
Vural Yayıncılık, İstanbul, Turkey in September 1999
First English Edition published in April
2000
Published by:
Ta-Ha Publishers Ltd.
1 Wynne Road
London SW9 OBB
Website: http://www.taha.co.uk
E-Mail: sales @ taha.co.uk
All
rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in any
retrivial system or transmitted in any
form
or by any methods, electronic, mechanical, photocopying, recording, or
otherwise without the prior permission of the publishers.
By Harun Yahya
Translated By: Mustapha Ahmad
Edited By: Abdassamad Clarke
A catalog record of this book is available
from the British Library
ISBN 1 84200 00 9 8
Printed and bound by:
Secil Ofset in İstanbul
Address:
Yüzyıl Mahallesi MAS-SIT Matbaacılar Sitesi 4. Cadde No:77
Bağcılar- İstanbul / TURKEY
Website: http: // www.harunyahya.org
http: // www.harunyahya.com
Dengan nama pena HARUN YAHYA, pengarang
telah menulis banyak buku-buku yang berhubungan dengan masalah politik dan
agama. Sejumlah besar karya monumentalnya berbicara tentang cara pandang dan
ideologi materialistik serta pengaruhnya terhadap sejarah dan perpolitikan
dunia. (Nama pena tersebut berasal dari dua nama Nabi: Harun [Aaron] dan Yahya
[John] untuk mengenang dua orang Nabi yang berjuang melawan kekufuran).
Buku-buku
karya pengarang: Yahudi dan Freemasonri, Freemasonri dan Kapitalisme,
Freemasonri: Agama Syaitan, Anak-Anak Jehovah dan Freemason, Tata Masonik Baru,
'Tangan Rahasia' di Bosnia, Kebohongan Holocaust, Di Balik Tirai Terorisme,
Kartu-Kurdi Israel, Strategi Nasional Turki, Moral Qur'ani: Solusi, Permusuhan
Darwin Terhadap Bangsa Turki, Kebohongan Teori Evolusi, Bangsa-Bangsa Yang
Diadzab, Zaman Keemasan, Keagungan Warna Ciptaan Allah, Hakikat Kehidupan
Dunia, Pengakuan Kaum Evolusionis, Kesalahpahaman Kaum Evolusionis, Al-Qur'an
Menuntun Kepada Ilmu Pengetahuan, Desain Pada Alam, Perilaku Pengorbanan Diri
dan Kecerdasan Pada Makhluk Hidup, Keabadian Telah Berlangsung, Anakku Darwin Telah
Berbohong!, Berakhirnya Darwinisme, Penciptaan Alam Semesta, Jangan
Berpura-Pura Tidak Tahu, Keabadian dan Hakikat Takdir, Keajaiban Atom,
Keajaiban Sel, Keajaiban Sistem Kekebalan, Keajaiban Mata, Keajaiban Penciptaan
Tumbuhan, Keajaiban Laba-Laba, Keajaiban Nyamuk, Keajaiban Lebah, Keajaiban
Semut.
Terdapat pula karya-karyanya dalam bentuk
booklet: Misteri Atom, Keruntuhan Teori Evolusi: Fakta Penciptaan, Keruntuhan
Materialisme, Berakhirnya Materialisme, Kesalahan Kaum Evolusionis 1, Kesalahan
Kaum Evolusionis 2, Mikrobiologi Meruntuhkan Teori Evolusi, Fakta Penciptaan,
20 Pertanyaan Yang Meruntuhkan Teori Evolusi, Kebohongan Terbesar Dalam Sejarah
Biologi: Darwinisme.
Karya-karya
pengarang yang berhubungan dengan Al-Qur'an: Pernahkah Anda Berpikir Tentang
Kebenaran?, Mengabdi Hanya Kepada Allah, Meninggalkan Masyarakat Jahiliyyah,
Surga, Teori Evolusi, Nilai Akhlaq Dalam Al-Qur'an, Ilmu Al-Qur'an, Index
Al-Qur'an, Hijrah di Jalan Allah, Sifat Munafiq Dalam Al-Qur'an, Rahasia Orang
Munafiq, Nama-Nama Allah Yang Agung, Berdakwah dan Berdebat Dalam Al-Qur'an,
Konsep-Konsep Dasar Dalam Al-Qur'an, Jawaban-Jawaban Al-Qur'an, Kematian,
Kebangkitan dan Neraka, Perjuangan Para Rasul, Syaitan: Musuh Nyata Manusia,
Agama Berhala, Agama Kaum Jahiliyyah, Kesombongan Syaitan, Doa Dalam Al-Qur'an,
Hari Kebangkitan, Jangan Pernah Lupa, Penilaian Al-Qur'an Yang Terabaikan,
Karakter Manusia Dalam Masyarakat Jahiliyyah, Pentingnya Sabar Dalam Al-Qur'an,
Pengetahuan Dasar Dari Al-Qur'an, Memahami Iman dengan Mudah 1-2-3, Pemikiran
Dangkal Tentang Kekufuran, Iman Yang Sempurna, Sebelum Menyesal, Perkataan Para
Rasul, Kasih Sayang Orang Mukmin, Takut Kepada Allah, Mimpi Buruk Kekafiran,
abi Isa Akan Kembali, Al-Qur'an Memberi Keindahan Pada Kehidupan, Kumpulan
Keindahan Ciptaan Allah 1-2-3-4.
KEPADA
PEMBACA
Dalam
semua buku karya pengarang, bahasan-bahasan yang berhubungan dengan keimanan
diuraikan berdasarkan petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an, masyarakat diajak untuk
mempelajari kalam Allah dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Semua pokok
bahasan yang berhubungan dengan ayat-ayat Allah diuraikan dengan cara yang
demikian sehingga tidak menyisakan ruang keragu-raguan atau tanda tanya dalam
pikiran para pembaca. Penyampaian pesan secara ikhlas, sederhana dan fasih yang
digunakan memudahkan setiap orang dari segala umur dan lapisan sosial untuk
dapat memahami buku-bukunya. Cara penjelasan yang efektif dan lugas membuat
buku-buku tersebut dapat dibaca dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan mereka
yang sangat anti terhadap hal-hal yang berbau agama mampu terpengaruhi oleh
fakta-fakta yang dipaparkan dalam buku-buku tersebut serta tidak mampu menolak
kebenaran isinya.
Buku ini dan juga buku-buku lain karya
pengarang dapat dibaca secara individu ataupun dipelajari dalam kelompok
sebagai bahan diskusi. Pembacaan buku-buku tersebut dalam sebuah kelompok
pembaca yang memiliki keinginan untuk mengambil manfaat darinya akan sangat
baik, dalam arti bahwa para pembaca dapat menyampaikan pemahaman dan pengalaman
mereka satu sama lain.
Juga, peran serta dalam penyampaian dan
pembacaan buku-buku ini, yang ditulis hanya karena mengharap ridha Allah,
adalah suatu amal kebaikan terhadap Islam. Semua buku-buku karya pengarang
sangat berpengaruh kepada para pembaca. Oleh sebab itu, mereka yang ingin
mendakwahkan Islam kepada orang lain, salah satu cara yang efektif adalah
mengajak mereka untuk membaca buku-buku tersebut.
DAFTAR ISI
Pendahuluan Berpikir mendalam:
Tentang
apakah manusia biasanya berpikir? Alasan-alasan apakah yang menyebabkan Manusia
tidak mau berpikir?
Hal-hal yang perlu dipikirkan
Memikirkan ayat-ayat Al-Qur’an
Kesimpulan
Pernahkah anda memikirkan bahwa anda tidak
ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan anda telah diciptakan dari sebuah
ketiadaan?
Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga
yang setiap hari anda lihat di ruang tamu, yang tumbuh dari tanah yang hitam,
ternyata memiliki bau yang harum serta berwarna-warni?
Pernahkan anda memikirkan seekor nyamuk,
yang sangat mengganggu ketika terbang mengitari anda, mengepakkan sayapnya
dengan kecepatan yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatnya?
Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar
dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai
pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian
rupa sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan
anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara tiba-tiba ketika anda
sedang tidur, yang menghancur luluhkan rumah, kantor dan kota anda hingga rata
dengan tanah sehingga dalam tempo beberapa detik saja anda pun kehilangan
segala sesuatu yang anda miliki di dunia ini?
Pernahkan anda berpikir bahwa kehidupan
anda berlalu dengan sangat cepat, anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan
lambat laun kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan dan kekuatan anda?
Pernahkan
anda memikirkan bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang diutus oleh Allah
akan datang menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?
Jika demikian, pernahkan anda berpikir
mengapa manusia demikian terbelenggu oleh kehidupan dunia yang sebentar lagi
akan mereka tinggalkan dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk
bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi
Allah sarana berpikir. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana
yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya
sebagian manusia hampir tidak pernah berpikir.
Sebenarnya,
setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri
tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta
yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di
hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan
berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus
disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan
akalnya semaksimal mungkin.
Buku ini ditulis dengan tujuan mengajak
manusia "berpikir sebagaimana mestinya" dan mengarahkan mereka untuk
"berpikir sebagaimana mestinya". Seseorang yang tidak berpikir berada
sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan
dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan
arti keberadaan dirinya di dunia. Padahal, Allah telah menciptakan segala
sesuatu untuk sebuah tujuan sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan
bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak
menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui." (QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39)
"Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al-Mu’minuun, 23:115)
Oleh
karena itu, yang paling pertama kali wajib untuk dipikirkan secara mendalam
oleh setiap orang ialah tujuan dari penciptaan dirinya, baru kemudian segala
sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala kejadian atau peristiwa yang
ia jumpai selama hidupnya. Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan
mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia
mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah; namun sayang
sudah terlambat. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa pada hari penghisaban,
tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut:
"Dan
pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia
akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan,
"Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk
hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)
Padahal Allah telah memberikan kita
kesempatan hidup di dunia. Berpikir atau merenung untuk kemudian mengambil
kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami
kebenaran, akan menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhirat
kelak. Dengan alasan inilah, Allah mewajibkan seluruh manusia, melalui para
Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenungkan penciptaan diri
mereka sendiri dan jagad raya:
"Dan
mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan
tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di
antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya." (QS.
Ar-Ruum, 30: 8)
Banyak yang beranggapan bahwa untuk
"berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan
kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari
keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap
"berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan
menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan
"filosof".
Padahal,
sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk
berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an
diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan: "Ini adalah
sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang
ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara
ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau
berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang
sangat. Kata kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan
melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam
kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat
melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka
serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang
dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah
memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang
lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan
dengan
tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raaf, 7: 205)
"Dan berilah mereka peringatan tentang
hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam
kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang
mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai
kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah
juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara
taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada,
berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir
tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama
dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar
melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah.
Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi
ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang
Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di
tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi
tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu
ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa
kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang
berdusta." (QS. Al-Mu’minuun,
23: 84-90)
Berpikir dapat membebaskan
seseorang daribelenggu sihir
Dalam ayat di atas, Allah
bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di
sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia secara
menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti bahwa akal
tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, berperilaku sebagaimana
seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki
untuk membedakan yang benar dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu
memahami sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat
membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang
terjadi di sekitarnya. Ia tidak mampu melihat bagian-bagian rumit dari
peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara
keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama ribuan tahun serta
menjauhkan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi
adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif
tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah
lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis.
Tebal lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal
kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang
membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki kita!
Setiap orang mengetahui bahwa di bawah
permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas, tetapi
manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak
saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang mereka baca,
produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir
sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan
berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia
berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila diberitahukan
bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat
memancar dan berhamburan dari permukaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat
atau gunung meletus? Mari kita
berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi tempat
ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung dalam ruang yang sangat
luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki
potensi bahaya yang lebih besar dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya:
meteor-meteor dengan berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya.
Bukan tidak mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian
menabraknya.
Mustahil
orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang
penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya. Ia pun akan berpikir
pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya
senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia
lalu sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang
sempurna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki
bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan
yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut agar tidak menimpa
manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, memahami bahwa bumi dan segala
makhluk di atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan selamat hanya dengan
kehendak Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam yang sempurna dan
tanpa cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh
di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang
hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang
mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana "kondisi lalai" dapat
mempengaruhi sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia
mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya,
masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah
meninggalkan dunia. Mereka melakukan pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada
kematian. Sungguh, ini adalah sebuah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan
secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga
ketika ada yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera
menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini
membelenggu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang
mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, penginapan musim
panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus,
tidak ingin berpikir bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan
dapat membawa mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya,
daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka
memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun,
cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah itu,
percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah kehidupan yang kekal.
Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga atau di neraka,
tergantung dari amal perbuatan selama hidupnya yang singkat di dunia. Karena
hal ini adalah sebuah kebenaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya
alasan mengapa manusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah
sihir yang telah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan
merenung.
Orang-orang
yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang
mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata
kepala mereka sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah
kepada kita dalam Al-Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam
keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang
menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf,
50: 22)
Dalam ayat di atas penglihatan seseorang
menjadi kabur akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi
tajam setelah ia dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung
jawabkan segala amal perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin
saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut.
Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan
tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah
kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya,
sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah telah
memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan
mampu melepaskan diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia.
Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala
peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang
Allah ciptakan setiap saat.
Seseorang dapat berpikir
kapanpun dan dimanapun
Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat
ataupun kondisi khusus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya,
ketika pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri
pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan siang.
Misalnya:
di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratusan orang berada di luar.
Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir tentang berbagai macam
hal. Dalam benaknya tergambar penampilan fisik dari ratusan orang yang sedang
disaksikannya yang sama sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara
mereka yang mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang
ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis,
bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi mereka terlihat
sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan
teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia
selama ribuan tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti
nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.
Menyaksikan
manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas menuju tempat tujuan mereka
masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran di benak seseorang. Ketika
pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini
terdiri atas individu-individu yang khas dan unik. Tiap individu memiliki
dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau
sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap manusia dilahirkan,
tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, bekerja,
menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak-anaknya, menjadi
tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya meninggal dunia. Dilihat dari sudut
pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda;
tidak terlalu penting apakah ia
hidup di perkampungan di kota
Istanbul atau di kota besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua
orang suatu saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari
orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang
akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu
hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia bertingkah laku
seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan
mati sudah sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah
mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka
di dunia tak akan pernah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini
lah yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat
bermakna dari apa yang ia pikirkan.
Sebagian besar manusia tidak berpikir
tentang masalah kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak
ditanya,"Apakah yang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan
terlihat bahwa mereka sedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak
perlu untuk dipikirkan, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka.
Namun, seseorang bisa juga "berpikir" hal-hal yang
"bermakna", "penuh hikmah" dan "penting" setiap
saat semenjak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur, dan mengambil
pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa
orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala
kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka
pikirkan.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali ‘Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena
orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat
hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu
serta Kebijaksanaan Allah.
Berpikir
dengan ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah
Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat
dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka
seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan
penampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah
karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut
yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini
adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang dicari, maka
seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud
dari ciptaan Allah yang sempurna.
Dengan
melihat orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan
memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan orang
tersebut di akhirat. Sedang untuk dirinya sendiri, ia juga meminta kepada Allah
agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa
seringkali dialami oleh seorang hamba yang sedang diuji oleh Allah untuk
mengetahui apakah dalam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta pola pikir
yang baik yang diridhai Allah atau sebaliknya.
Keberhasilan
dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melakukan perenungan ataupun proses
berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di akhirat, masih ditentukan oleh
kemauannya dalam mengambil pelajaran atau peringatan dari apa yang ia
renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya
selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah
berfirman dalam Al-Qur'an :
"Dia
lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan
untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang
yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13).
Dalam bab terdahulu telah disebutkan bahwa
kebanyakan manusia tidak berpikir sebagaimana seharusnya mereka berpikir dan
tidak mengembangkan sarana dan potensi berpikir mereka. Namun ada satu hal lagi
yang penting untuk dijelaskan di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal
tertentu selalu terlintas dalam benak manusia setiap saat sepanjang hidupnya.
Hampir tidak ada masa, kecuali ketika tidur, dimana pikiran manusia benar-benar
kosong. Sayangnya, sebagian besar dari pikiran-pikiran ini tidak berguna,
"sia-sia" dan "tidak perlu", sehingga tidak akan bermanfaat
di akherat kelak, tidak menuntun ke arah yang benar dan tidak mendatangkan
kebaikan kepadanya.
Andaikata seseorang berusaha untuk
mengingat apa-apa yang telah dipikirkannya pada suatu hari, lalu mencatat dan
memeriksanya dengan seksama di penghujung hari tersebut, ia akan melihat betapa
sia-sianya kebanyakan dari apa yang telah ia pikirkan. Andaikata ia menemukan
sebagian dari padanya bermanfaat, maka boleh jadi ia tertipu. Sebab secara
keseluruhan, pikiran-pikiran yang menurutnya benar adakalanya ternyata tidak
akan mendatangkan keuntungan sedikitpun di akhirat.
Seperti halnya membuang waktu dengan
melakukan pekerjaan yang sia-sia dalam kehidupan sehari-hari,
manusia adakalanya pula
menghabiskan waktunya secara sia-sia dengan terbawa oleh pikiran-pikiran yang
tidak bermanfaat. Dalam ayat: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman…yaitu…(dan) orang-
orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna" (QS. Al-Mukminun, 23
:1&3) Allah mengajak manusia agar bersungguh-sungguh dalam masalah ini.
Sudah pasti bahwa perintah Allah di ayat tersebut juga berlaku dalam hal berpikir.
Sebab pikiran-pikiran yang tidak terkendali akan terus-menerus mengalir dalam
benak seseorang. Seseorang dengan sadar mengalihkan pikirannya dari satu hal ke
hal lain. Ketika sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, seseorang memikirkan
rencana untuk berbelanja. Mendadak kemudian ia berpikir tentang hal lain, yakni
apa-apa yang pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran
yang tidak terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-menerus
sepanjang hari. Padahal, yang kuasa mengontrol pikiran-pikiran tersebut adalah
dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang
dapat memperbaiki keadaan dirinya; meningkatkan keimanan, kemampuan berpikir,
perilaku; serta memperbaiki keadaan sekelilingnya.
Dalam
bab ini akan diuraikan beberapa hal yang pada umumnya cenderung dipikirkan oleh
mereka yang berada dalam kelalaian. Alasan mengapa masalah tersebut dijelaskan
secara panjang lebar adalah agar orang-orang yang lalai, dan yang membaca buku
ini, segera menyadari bahwa ketika di kemudian hari peristiwa yang sebagaimana
disebutkan di buku ini terlintas dalam benak mereka ketika dalam perjalanan ke
tempat kerja atau ke sekolah; atau ketika sedang melakukan pekerjaan yang
rutin, mereka tidak lagi berpikir tentang hal-hal yang sia-sia. Sebaliknya
mereka akan mampu mengendalikan pikiran-pikiran mereka dan berpikir segala
sesuatu yang benar-benar berguna bagi diri mereka.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan pikiran
ke arah yang baik akan mengakibatkan seseorang seringkali merasa khawatir atau
mengalami peristiwa-peristiwa yang sebenarnya belum terjadi seolah-olah telah
terjadi dalam benaknya, dan terseret dalam kesedihan, kekhawatiran dan
ketakutan.
Misalnya, orang tua yang mempunyai anak
yang tengah belajar untuk menghadapi ujian kadangkala membuat sebuah skenario
sebelum ujian tersebut berlangsung dalam benaknya: "Apa yang akan terjadi
jika anaknya tidak lulus ujian? Jika anak laki-lakinya tidak memperoleh
pekerjaan yang layak di masa depan, mendapatkan penghasilan yang cukup, maka ia
tidak dapat menikah. Kalaulah ia menikah, bagaimana ia dapat membiayai
pernikahannya? Jika ia tidak lulus ujian, semua uang yang dikeluarkan untuk
persiapan ujian
tersebut akan terbuang percuma.
Tambahan lagi, ia akan terhina di mata orang-orang. Apalagi jika anak laki-laki
teman dekatnya ternyata lulus sedang anaknya sendiri gagal…"
Khayalan-khayalan tersebut terus
berkembang, padahal anaknya belum melaksanakan ujian. Seseorang yang jauh dari
agama akan mudah terbawa oleh khayalan sia-sia yang serupa sepanjang hidupnya.
Hal ini tentu ada sebabnya. Al-Qur'an menyebutkan bahwa yang menyebabkan
manusia terbelenggu oleh khayalan atau angan-angan kosong adalah dikarenakan
mereka membiarkan telinga mereka dibisiki oleh syaitan:
"Dan aku (syaitan) benar-benar akan
menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka
..." (QS. An-Nisaa’,
4: 119)
Sebagaimana
termaktub dalam ayat di atas, mereka yang terbawa oleh khayalan kosong, akan
melupakan Allah, tidak berpikir, dan senantiasa menerima bisikan-bisikan
syaitan. Dengan kata lain, jika seseorang yang tertipu oleh kehidupan dunia
tidak menggunakan kekuatan tekad mereka, tidak bertindak secara sadar dan
berusaha meninggalkan kondisi yang demikian, ia akan berada dalam kendali
syaitan secara penuh. Satu diantara pekerjaan syaitan yang patut diketahui
adalah senantiasa menimbulkan keragu-raguan dan khayalan-khayalan kosong dalam
diri manusia. Oleh karena itu, segala khayalan, perasaan putus asa dan
kekhawatiran seperti: "apa yang akan saya perbuat jika akan terjadi yang
demikian" terbentuk dalam benak seseorang akibat bisikan-bisikan syaitan.
Allah
telah memberikan jalan keluar dari keadaan yang buruk ini. Dalam Al-Qur'an,
ketika niatan-niatan jahat syaitan melingkupi manusia, mereka dianjurkan untuk
minta perlindungan kepada Allah dan mengingat-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang
bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah,
maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman
mereka
(orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan
mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)" (QS. Al-A’raaf, 7: 201-202)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut,
mereka yang berpikir akan dapat mengetahui mana yang benar, sebaliknya mereka
yang tidak berpikir akan menuju ke arah mana saja syaitan menyeret mereka.
Yang terpenting
adalah mengetahui bahwa khayalan-khayalan semacam ini tidak akan mendatangkan
manfaat kepada manusia. Bahkan sebaliknya, menghambat mereka dari memikirkan
tentang kebenaran, hal-hal yang penting; dan mencegah kebersihan akal dari
segala hal yang sia-sia. Manusia mampu berpikir secara benar jika akalnya telah
bebas dari pikiran yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Dengan demikian, mereka
"menghindarkan diri dari apapun yang tidak bermanfaat" sebagaiman
Allah perintahkan dalam Al-Qur'an.
Manusia
Tidak Mau Berpikir?
Ada
banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpikir. Satu, atau beberapa, atau
semua sebab ini dapat mencegah seseorang untuk berpikir dan memahami kebenaran.
Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang mencari faktor-faktor yang
menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang baik tersebut, dan berusaha
melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak akan mampu mengetahui
realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang pada akhirnya
menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitakan keadaan
orang-orang yang terbiasa berpikir dangkal:
"Mereka
hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang
(kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada
di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang
ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar
akan pertemuan dengan Tuhannya". (QS. Ar-Ruum, 30: 7-8)
Kelumpuhan mental akibat
mengikuti kebanyakan orang
Satu
sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah keyakinannya bahwa apa yang
dilakukan "sebagian besar" manusia adalah benar. Manusia biasanya
lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitarnya,
daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran dari apa yang diajarkan
tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pada mulanya kelihatannya janggal
seringkali dianggap biasa oleh kebanyakan orang, atau bahkan tidak terlalu
dipedulikan. Maka setelah beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga
dengan hal-hal tersebut.
Sebagai
contoh: sebagian besar dari teman-teman di sekitarnya tidak berpikir bahwa
suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan tidak membiarkan satu orang pun
berbicara mengenai masalah ini untuk mengingatkan tentang kematian. Seseorang
yang berada dalam lingkungan yang demikian akan berkata,"Karena semua
orang seperti itu, maka tidak ada salahnya jika saya berperilaku sama seperti
mereka." Lalu orang tersebut menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian
sama sekali. Sebaliknya, jika orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai
orang yang takut kepada Allah dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari
akhir, sangat mungkin orang ini akan juga berubah sikap.
Sebagai
contoh tambahan: ratusan berita tentang bencana alam, ketidakadilan,
ketidakjujuran, kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan, pencurian, penggelapan uang
diberitakan di TV dan majalah-majalah. Ribuan orang yang membutuhkan bantuan
disebutkan setiap hari. Tetapi banyak dari mereka yang membaca berita-berita
tersebut, membolak-balik halaman surat kabar atau menekan tombol TV dengan
tenangnya. Pada umumnya, manusia tidak memikirkan mengapa berita-berita semacam
ini demikian banyak; apa yang harus
dilakukan
dan persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa
yang sedemikian mengenaskan; serta apa yang dapat mereka lakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding orang atau pihak lain
bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan seenaknya mereka
melontarkan kata-kata seperti "apakah menjadi tanggung jawab saya untuk
menyelamatkan dunia ini?"
Kemalasan mental
Kemalasan adalah sebuah faktor yang
menghalangi kebanyakan manusia dari berpikir.
Akibat
kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu sebagaimana yang pernah
mereka saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Untuk memberikan sebuah contoh
dari kehidupan sehari-hari: cara yang digunakan para ibu rumah tangga dalam
membersihkan rumah adalah sebagaimana yang telah mereka lihat dari ibu-ibu
mereka dahulu. Pada umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana
membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis dan hasil yang lebih
bersih" dengan kata lain, berusaha menemukan cara baru. Demikian juga,
ketika ada yang perlu diperbaiki, manusia biasanya menggunakan cara yang telah
diajarkan ketika mereka masih kanak-kanak. Umumnya mereka enggan berusaha
menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya guna. Cara berbicara
orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang akuntan berbicara, misalnya,
sama
seperti akuntan-akuntan yang lain yang pernah ia lihat selama hidupnya. Para
dokter, banker, penjual…..dan orang-orang dari latar
belakang apapun mempunyai cara bicara yang khas. Mereka tidak
berusaha
mencari yang paling tepat, paling baik dan paling menguntungkan dengan
berpikir. Mereka sekedar meniru dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah yang dipakai juga
menunjukkan kemalasan dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah
sampah, seorang manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebagaimana
yang telah dipakai oleh manajer sebelumnya. Atau seorang walikota berusaha
mencari jalan keluar tentang masalah jalan raya dengan meniru cara yang
digunakan oleh walikota-walikota sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak dapat
mencari pemecahan yang baru dikarenakan tidak mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat
berakibat fatal bagi kehidupan manusia jika tidak ditangani secara benar.
Padahal masih banyak masalah yang lebih penting dari itu semua. Bahkan jika
tidak dipikirkan, akan mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia.
Penyebab kerugian tersebut adalah kegagalan seseorang dalam berpikir tentang
tujuan keberadaannya di dunia; ketidakpedulian akan kematian sebagai suatu
kenyataan yang tidak dapat dihindari; dan kepastian akan hari penghisaban
setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manusia untuk merenungkan fakta
yang sangat penting ini:
"Mereka itulah orang-orang yang
merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka
ada-adakan. Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan
merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni
surga; mereka kekal di dalamnya. Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang
kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang
dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan
dan sifatnya? Maka tidakkah kamu
mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)
"Maka
apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan
(apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl,
16: 17)
Anggapan
bahwa berpikir secara mendalam tidaklah baik
Ada
sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpikir secara mendalam
tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama lain dengan mengatakan
"jangan terlalu banyak berpikir, anda akan kehilangan akal". Sungguh
ini tidak lain hanyalah omong kosong yang didengung-dengungkan oleh mereka yang
jauh dari agama. Yang seharusnya dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi
memikirkan keburukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan
atau angan-angan kosong.
Mereka
yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir, tidak
berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat, akan tetapi hal-hal yang
negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang pada akhirnya muncul dari
perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa hidup di dunia adalah
sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi hal ini
menjadikan mereka putus harapan. Sebab secara sadar mereka tahu bahwa menjalani
kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan mereka di
akhirat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan bahwa
mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.
Orang
yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola pikir
yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah
sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara
mendorongnya untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja keras yang
sungguh-sungguh untuk kehidupannya yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena
tahu bahwa hidup ini cepat atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh
ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun
peristiwa yang menimpanya dalam kehidupan yang sementara ini membuatnya marah.
Dengan ceria ia selalu berpikir tentang harapan untuk meraih kehidupan yang
abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga sangat menikmati keberkahan dan
keindahan dunia. Allah telah menciptakan kehidupan dunia dengan tidak sempurna
dan penuh kekurangan sebagai ujian bagi manusia. Ia berpikir bahwa jika dalam
kehidupan di dunia yang tidak sempurna dan cacat ini terdapat demikian banyak
kenikmatan untuk manusia, maka sudah pasti kehidupan surga amat tak
terbayangkan lagi keindahannya. Ia mendambakan untuk melihat keindahan yang
hakiki di akhirat. Dan ia memahami semua hal tersebut setelah berpikir secara
mendalam.
Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka
dapat mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan menghindarkan diri
dari berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Dengan melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka
sendiri dari beragam masalah. Satu diantara banyak hal yang sangat menipu
manusia adalah anggapan bahwa mereka akan dapat membebaskan diri dari kewajiban
mereka kepada Allah dengan cara tidak berpikir. Inilah sebab utama yang membuat
mereka tidak berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang
berpikir bahwa ia suatu hari akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan
abadi setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah
mati. Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa
kewajiban tersebut akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir
tentang keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan jika
seseorang tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah
kematiannya ia baru akan menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya untuk
meloloskan diri.
"Dan
datanglah sakaratul maut
dengan sebenar-benarnya. Itulah
yang kamu selalu
lari
daripadanya. Dan ditiuplah
sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)
Tidak
berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan sehari-hari
Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan
hidup mereka dalam "ketergesa-gesaan". Ketika mencapai umur tertentu,
mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka.
Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan,
karena harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan
tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya
mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan mereka ini
membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi tidak peka lagi dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.
Namun,
tidak sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup hanya sekedar menghabiskan
waktu; bergegas pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang terpenting di
sini adalah kemampuan melihat kenyataan sesungguhnya dari kehidupan dunia ini
untuk kemudian menempuh jalan hidup yang sebenarnya. Tidak ada satu orang pun
yang mempunyai tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar di universitas
atau membeli rumah. Sudah barang tentu manusia perlu melakukan ini semua dalam
hidupnya, namun yang mesti senantiasa ada dalam benaknya ketika melakukan
segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia di dunia sebagai
hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih sayang dan surga Allah.
Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk tujuan tersebut hanyalah berfungsi
sebagai "sarana" untuk membantu manusia dalam meraih tujuan yang
sebenarnya. Menempatkan sarana sebagai tujuan utama adalah sebuah kekeliruan
yang amat besar yang didengung-dengungkan syaitan kepada manusia.
Seseorang
yang hidup tanpa berpikir akan mudah sekali menjadikan sarana tersebut sebagai
tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh lain yang serupa dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya: tidak dapat diragukan bahwa bekerja dan menghasilkan
berbagai hal yang bermanfaat untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang
yang beriman kepada Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat
sambil mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika
seseorang melakukan hal yang sama tanpa mengingat Allah dan hanya mengharapkan
imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar dihormati oleh
masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan. Ia telah melakukan sesuatu yang
sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya, yakni
mencari ridha Allah. Ketika menemukan realitas yang sebenarnya di akhirat, ia
merasa sangat menyesal karena telah melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah
ayat, Allah merujuk ke mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana
berikut:
"(Keadaan
kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang
sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan
anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu
telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati
bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka
mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di
akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. At-Taubah, 9:
69).
Melihat
segala sesuatu dengan "penglihatan yang biasa", sekedar melihat tanpa
perenungan
Ketika
melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia mungkin menemukan
berbagai hal yang luar biasa yang mendorong mereka berkeinginan untuk
mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah
sekian lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa
takjub. Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari
sudah menjadi sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka.
Sebagai
contoh, beberapa orang calon dokter merasakan adanya pengaruh terhadap dirinya
ketika pertama kali melihat jenazah. Saat pertama kali satu di antara para
pasien mereka meninggal dapat membuat mereka termenung lama. Padahal beberapa
menit yang lalu jasad tak bernyawa ini masih hidup, tertawa, memikirkan
rencana-rencana, berbicara, menikmati hidup dengan wajah yang ceria. Orang yang
tadinya hidup serta melihat dengan mata yang ceria, berbicara tentang rencana
masa depan, menikmati sarapan di pagi hari mendadak terbaring tanpa ruh. Ketika
pertama kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk
diautopsi, mereka berpikir segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya
membusuk demikian cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, rambut yang
tadinya terlihat indah menjadi demikian kusut hingga tak seorang pun sudi menyentuhnya.
Kesemua ini termasuk apa yang ada di benak mereka. Lalu mereka pun berpikir:
bahan pembentuk semua manusia adalah sama dan jasad mereka akan mengalami akhir
yang serupa, yakni mereka pun akan menjadi seperti mayat yang mereka saksikan.
Namun, setelah berulang-ulang melihat
beberapa mayat dan mendapati beberapa pasiennya meninggal dunia, orang-orang
ini pada akhirnya menjadi terbiasa. Mereka lalu memperlakukan mayat-mayat, atau
bahkan para pasien mereka sebagaimana barang atau benda.
Sungguh,
ini tidak berlaku terhadap dokter saja. Terhadap kebanyakan manusia, hal yang
sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh, ketika seseorang
yang biasa hidup dalam kesusahan dikaruniai kehidupan yang serba berkecukupan, ia
akan sadar bahwa semua yang ia miliki adalah sebuah kenikmatan untuknya. Tempat
tidurnya menjadi lebih nyaman, tempat tinggalnya menghadap ke arah pemandangan
yang indah, ia dapat membeli apapun yang diinginkannya, menghangatkan rumahnya
di musim dingin sekehendaknya, dengan mudahnya pergi dari satu tempat ke tempat
yang lain dengan kendaraan, dan banyak hal lain yang kesemuanya adalah
kenikmatan baginya. Ketika membandingkan dengan keadaan yang sebelumnya, ia
akan merasa bersyukur dan bahagia. Akan tetapi, bagi orang yang telah memiliki
kesemua ini sejak lahir mungkin tak pernah terlalu memikirkan tentang nilai
dari semua kenikmatan tersebut. Jadi, penilaian terhadap segala kenikmatan ini
tidak mungkin dilakukannya tanpa ia mau berpikir secara mendalam.
Lain
halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah menjadi persoalan apakah ia
mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir atau di kemudian hari. Sebab
ia tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang biasa-biasa
saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai adalah ciptaan Allah.
Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengambil semua kenikmatan yang ada darinya.
Sebagai contoh, orang-orang mukmin ketika menaiki hewan tunggangan, yakni
kendaraan, mereka akan berdoa:
"Supaya
kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu
telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengatakan:"Maha Suci Tuhan yang
telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami." (QS.
Az-Zukhruf, 43: 13-14)
Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika
orang-orang yang beriman memasuki kebun-kebun atau taman-
taman mereka, mereka mengingat
Allah seraya berkata, "Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada
kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ini adalah sebuah isyarat
bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman mereka, muncul dalam benak
mereka: Allah lah yang menciptakan dan memelihara taman ini. Sebaliknya,
seseorang yang tidak berpikir mungkin takjub ketika pertama kali melihat sebuah
taman yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah tempat yang
biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut telah sirna.
Sebagian orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut dikarenakan tidak
berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada sebagai hal yang
"biasa" atau "lumrah" dan sebagai "sesuatu yang memang
seharusnya sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak dapat
merasakan kenikmatan dari keindahan taman tersebut.
Kesimpulan: wajib atas manusia untuk menghilangkan
segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir
Sebagaimana
telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa kebanyakan manusia tidak berpikir dan
hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran tidak menjadi alasan bagi seseorang
untuk tidak berpikir. Setiap manusia mempunyai kebebasan terhadap dirinya
sendiri, dan ia akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri di hadapan Allah.
Mesti senantiasa diingat bahwa Allah menguji manusia dalam hidupnya di dunia.
Sikap orang-orang selain dirinya yang sering kali acuh, tidak mau berpikir,
bernalar ataupun memahami kebenaran adalah bagian dari ujian untuknya.
Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak akan berkata,"Kebanyakan manusia
tidak berpikir, dan tidak menyadari akan hal ini, lalu mengapa saya sendirian
yang mesti berpikir?" Tetapi, ia akan menerima dan menjalani ujian
tersebut dengan memikirkan tentang kelalaian orang-orang terebut, dan memohon
perlindungan Allah agar tidak menjadikannya termasuk dalam golongan mereka.
Sudah jelas bahwa keadaan mereka bukanlah alasan baginya untuk tidak berpikir.
Dalam Al-Qur'an, Allah memberitakan di banyak ayat bahwa kebanyakan manusia
berada dalam kelalaian dan tidak beriman:
"Dan sebahagian besar manusia tidak
akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya." (QS. Yuusuf, 12:
103)
"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al
Qur’an). Dan Kitab yang diturunkan
kepadamu
daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman
(kepadanya)." (QS. Ar-Ra’d, 13: 1)
"Mereka
bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah
tidak akan akan membangkitkan orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan
(pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah,
akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui," (QS. An-Nahl, 16: 38)
"Dan sesungguhnya Kami telah
mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran
(dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari
(ni'mat)." (QS. Al-Furqaan, 25: 50)
Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan
dari mereka yang tersesat akibat mengikuti kebanyakan
manusia; dan tidak mematuhi
perintah Allah akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:
"Dan mereka berteriak di dalam neraka
itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal
yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami
tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang
mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka
rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang
penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)
Berdasarkan
dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang segala sesuatu yang mencegah
mereka dari berpikir untuk kemudian secara ikhlas dan jujur memikirkan dengan
seksama setiap ciptaan ataupun kejadian yang Allah ciptakan, serta mengambil
pelajaran dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.
Dalam
bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat
dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa peristiwa dan ciptaan
Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan kami adalah untuk
memberikan petunjuk tentang masalah ini kepada para pembaca agar mereka mampu
menjalani sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil
peringatan dari apa yang mereka pikirkan"
Sejak awal, kami telah menekankan
pentingnya berpikir, manfaat-manfaatnya bagi manusia dan sarana yang membedakan
manusia dari makhluk lain. Kami telah menyebutkan pula sebab-sebab yang
menghalangi manusia dari berpikir. Semua ini mempunyai tujuan utama mendorong
manusia untuk berpikir dan membantu mereka mengetahui tujuan penciptaan
dirinya; serta agar manusia mengagungkan ilmu dan kekuasaan Allah yang tak
terbatas.
Di halaman-halaman berikutnya, kami akan
mencoba menjelaskan bagaimana orang yang beriman kepada Allah berpikir tentang
segala sesuatu yang dijumpainya sepanjang hari dan mendapatkan pelajaran dari
peristiwa-peristiwa yang ia saksikan; bagaimana ia seharusnya bersyukur dan
menjadi semakin dekat kepada Allah setelah menyaksikan keindahan dan ilmu Allah
di segala sesuatu.
Sudah pasti apa yang disebutkan di sini
hanya mencakup sebagian kecil dari kapasitas berpikir seorang manusia. Manusia
memiliki kemampuan untuk setiap saat (dan bukan setiap jam, menit atau detik,
tapi satuan waktu yang lebih kecil dari itu, yakni setiap saat) dalam hidupnya.
Ruang lingkup berpikir manusia sedemikian luasnya sehingga tidak mungkin untuk
dibatasi. Oleh karena itu, uraian di bawah ini bertujuan untuk sekedar
membukakan pintu bagi mereka yang belum menggunakan sarana berpikir mereka
sebagaimana mestinya.
Perlu diingat bahwa hanya mereka yang
berpikir secara mendalam lah yang mampu memahami dan berada pada posisi lebih
baik dibandingkan makhluk lain. Mereka yang tidak dapat melihat keajaiban dari
peristiwa-peristiwa di sekitarnya dan tidak dapat memanfaatkan akal mereka
untuk bepikir adalah sebagaimana diceritakan dalam firman Allah berikut:
"Dan perumpamaan (orang-orang yang
menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang
yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan
buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (QS. Al-Baqarah, 2:
171)
"…
Mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat
Allah).
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raaf, 7: 179)
"Atau apakah kamu mengira bahwa
kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah
seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang
ternak itu)." (QS. Al-Furqaan, 25: 44)
Hanya mereka yang mau berpikir yang mampu
melihat dan kemudian memahami tanda-tanda kebesaran Allah, serta keajaiban dari
obyek dan peristiwa-peristiwa yang Allah ciptakan. Mereka mampu mengambil
sebuah kesimpulan berharga dari setiap hal, besar ataupun kecil, yang mereka
saksikan di sekeliling mereka.
Tidak diperlukan kondisi khusus bagi
seseorang untuk memulai berpikir. Bahkan bagi orang yang baru saja bangun tidur
di pagi hari pun terdapat banyak sekali hal-hal yang dapat mendorongnya
berpikir.
Terpampang sebuah hari yang panjang
dihadapan seseorang yang baru saja bangun dari pembaringannya di pagi hari.
Sebuah hari dimana rasa capai atau kantuk seakan telah sirna. Ia siap untuk
memulai harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia teringat sebuah firman Allah:
"Dialah yang menjadikan untukmu malam
(sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia
menjadikan siang untuk bangun
berusaha." (QS. Al-Furqaan, 25: 47)
Setelah
membasuh muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam
kesadarannya secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai
persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting untuk
dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan
pagi atau pukul berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus
memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.
Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di
pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun telah kehilangan
kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi
kepada kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas,
berbicara dan melihat. Padahal di saat ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa
semua hal ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia
mengalami musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di
sebelah rumah dapat menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan
membangunkannya malam itu. Sebuah bencana alam yang dapat merenggut nyawanya
dapat saja terjadi di daerah tempat tinggalnya.
Ia mungkin saja mengalami masalah dengan
fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit yang luar
biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun
tidur dalam keadaan selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya
untuk berterima kasih kepada Allah atas kasih sayang dan penjagaan yang
diberikan-Nya.
Memulai hari yang baru dengan kesehatan
yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan seseorang sebuah
kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang
lebih baik di akhirat.
Ingat akan semua ini, maka sikap yang
paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang diridhai
Allah. Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya
merencanakan dan sibuk memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam
mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon kepada Allah agar
memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan
yang baik bagi orang-orang yang beriman:
"Ya
Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan
amal saleh yang
Engkau ridhai; dan masukkanlah
aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
saleh" (QS. An-Naml, 27 :
19)
Bagaimana
kelemahan manusia mendorong seseorang untuk berpikir?
Tubuh manusia yang demikian lemah ketika baru saja bangun dari tidur dapat mendorong manusia untuk berpikir: setiap pagi ia harus membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar akan hal ini, ia pun merenungkan tentang kelemahan-kelemahannya yang lain. Keharusannya untuk mandi setiap hari, penampilannya yang akan terlihat mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh kulit ari, dan ketidakmampuannya menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga, semuanya adalah bukti-bukti tentang kelemahan dirinya.
Bagi orang yang telah berusia lanjut, bayangan
dirinya di dalam cermin dapat memunculkan beragam pikiran dalam benaknya.
Ketika menginjak usia dua dekade dari masa hidupnya, tanda-tanda proses penuaan
telah terlihat di wajahya. Di usia yang ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit
mulai kelihatan di bawah kelopak mata dan di sekitar mulutnya, kulitnya tidak
lagi mulus sebagaimana sebelumnya, perubahan bentuk fisik terlihat di sebagian
besar tubuhnya. Ketika memasuki usia yang semakin senja, rambutnya memutih dan
tangannya menjadi rapuh.
Bagi orang yang berpikir tentang hal ini,
usia senja adalah peristiwa yang paling nyata yang menunjukkan sifat fana dari
kehidupan dunia dan mencegahnya dari kecintaan dan kerakusan akan dunia. Orang
yang memasuki usia tua memahami bahwa detik-detik menuju kematian telah dekat.
Jasadnya mengalami proses penuaan dan sedang dalam proses meninggalkan dunia
ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai melemah kendatipun ruhnya tidaklah
berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia sangat terpukau oleh ketampanan
atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah mereka semasa masih muda. Pada
umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan ataupun cantik bersikap arogan,
sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak menarik merasa rendah diri dan
tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata yang menunjukkan sifat
sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan seseorang. Sehingga dapat
diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas oleh Allah adalah akhlaq
baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang kepada Allah.
Setiap
saat ketika menghadapi segala kelemahannya manusia berpikir bahwa satu-satunya
Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh dari segala ketidaksempurnaan
adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran Allah. Allah menciptakan setiap
kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun makna. Termasuk dalam tujuan ini
adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada kehidupan dunia, dan tidak
terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam kehidupan dunia. Seseorang
yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan mendambakan agar Allah
menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala kelemahan.
Segala kelemahan manusia mengingatkan akan
satu hal yang menarik untuk direnungkan: tanaman mawar yang muncul dan tumbuh
dari tanah yang hitam ternyata memiliki bau yang demikian harum. Sebaliknya,
bau yang sangat tidak sedap muncul dari orang yang tidak merawat tubuhnya.
Khususnya bagi
mereka yang sombong dan
membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya mereka pikirkan dan ambil pelajaran darinya.
Bagaimana beberapa karakteristik tubuh manusia membuat anda berpikir?
Bagaimana beberapa karakteristik tubuh manusia membuat anda berpikir?
Ketika
melihat diri sendiri di dalam cermin, seseorang berpikir tentang berbagai hal
yang sebelumnya tak pernah muncul dalam benaknya. Sebagai contoh: bulu mata,
alis, tulang belulang dan gigi-giginya tidak tumbuh memanjang terus menerus.
Dengan kata lain, di bagian tubuh dimana pertumbuhan anggota badan yang terus
menerus akan menjadi sesuatu yang menyusahkan dan menghalangi pandangannya,
maka anggota tubuh tersebut berhenti tumbuh. Sebaliknya, rambut yang kelihatan
indah jika tumbuh memanjang, tidak berhenti tumbuh. Disamping itu, ada
keseimbangan yang sempurna dalam pertumbuhan tulang-belulang. Misalnya tulang
anggota bagian atas tidak akan tumbuh memanjang begitu saja sehingga
menyebabkan badan kelihatan lebih pendek. Semua tulang ini berhenti pada saat
tertentu seakan-akan tiap-tiap tulang tersebut tahu seberapa panjang mereka
harus tumbuh.
Sudah
barang tentu, semua yang telah disebutkan di sini terjadi akibat dari
reaksi-reaksi fisika dan kimia yang terjadi dalam tubuh. Orang yang merenungkan
hal ini akan juga bertanya-tanya bagaimana reaksi-reaksi ini terjadi. Siapa
yang memasukkan hormon-hormon dan enzim-enzim yang bertanggung jawab atas
pertumbuhan ke dalam tubuh sesuai dengan dosis yang dibutuhkan? Dan siapakah
yang mengontrol kadar dan waktu sekresi dari hormon dan enzim tersebut?
Tidak
dapat dipungkiri bahwa mustahil untuk mengatakan bahwa ini semua terjadi secara
kebetulan. Tidaklah mungkin sel-sel atau atom-atom pembentuk manusia yang tidak
mempunyai kesadaran tersebut melakukan hal yang demikian dengan sendirinya. Ini
adalah bukti bahwa fenomena tersebut terjadi karena kekuasaan Allah yang
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Ketika dalam
perjalanan…
Setelah
bangun tidur dan bersiap-siap di pagi hari, orang-orang kemudian berangkat ke
kantor, sekolah atau melakukan pekerjaan mereka di luar rumah. Bagi orang yang
beriman, keberangkatan ini adalah awal dari melakukan amal kebaikan yang
mendatangkan ridha Allah. Ketika meninggalkan rumah dan bepergian ke luar,
seseorang akan menjumpai banyak hal yang dapat ia pikirkan, misalnya ribuan
manusia, kendaraan, pohon, besar dan kecil, dan beragam hal yang terdapat di
banyak tempat. Dalam hal ini, pandangan orang yang beriman sudah jelas, yakni
bahwa ia berusaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dari yang ia
jumpai di sekelilingnya. Ia memikirkan tentang sebab-sebab dari
peristiwa-peristiwa yang ada. Karena apa yang sedang ia saksikan terjadi dengan
pengetahuan dan kehendak Allah, maka pasti ada sebuah makna di balik peristiwa
atau pemandanga itu. Karena Allah lah yang memampukannya untuk pergi ke luar
rumah serta meletakkan semua pemandangan ini di depan matanya, maka sudah pasti
dari pemandangan-pemandangan tersebut ada yang mesti dilihat dan dipikirkan.
Sejak bangun tidur, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya umur satu
hari lagi di dunia yang dapat digunakannya sebagai modal untuk mendapatkan
pahala dari Allah. Kini, ia tengah
memulai perjalanan yang dapat
mendatangkan pahala baginya. Menyadari hal ini, ia teringat akan firman Allah:
"Dan Kami jadikan siang
untuk mencari penghidupan", (QS. An-Naba’, 78 :11). Berpedomankan ayat
tersebut,
ia membuat rencana tentang bagaimana menghabiskan waktunya di siang hari dengan
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak hanya bermanfaat untuk orang lain akan
tetapi juga mendatangkan ridha Allah.
Ketika berada dalam mobilnya atau di atas
kendaraan apapun dengan pola pikir yang demikian, ia pun kembali bersyukur
kepada Allah. Tidak menjadi masalah, betapapun jauhnya jarak perjalanan yang
harus ia tempuh, ia masih memiliki sarana untuk pergi ke sana. Untuk memudahkan
manusia, Allah telah menciptakan beragam sarana transportasi untuk membantu
manusia dalam melakukan perjalanan. Bahkan kemajuan
teknologi
saat sekarang telah menyediakan sarana transportasi baru berupa mobil, kereta
api, pesawat terbang, kapal
laut, helikopter, bus…Ketika merenungkan hal ini, seseorang akan kembali
teringat: Allah lah yang telah
menciptakan teknologi untuk
membantu manusia.
Setiap hari, para ilmuwan membuat
penemuan-penemuan dan inovasi-inovasi baru yang dapat memudahkan hidup kita.
Mereka menghasilkan ini semua melalui sarana yang diciptakan Allah di bumi.
Seseorang yang memikirkan tentang masalah tersebut akan menikmati perjalanannya
sambil bersyukur kepada Allah atas kemudahan yang diberikan kepadanya.
Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia
menyaksikan tumpukan sampah dengan bau yang tak sedap, tempat-tempat kumuh di
sepanjang jalan. Hal ini menimbulkan beragam pikiran dalam benaknya:
Ketika
masih berada di dunia, Allah telah memberikan informasi kepada kita yang
membantu kita memperoleh gambaran tentang surga dan neraka; atau mengira-ngira
keadaan kedua tempat ini dengan menggunakan perbandingan. Tumpukan sampah, bau
yang tidak sedap dan daerah-daerah kumuh dapat menimbulkan stres atau tekanan
dalam jiwa seseorang. Tak seorangpun ingin tinggal di tempat tersebut. Keadaan ini
mengingatkan seseorang tentang neraka dan ayat-ayat yang mengisahkan neraka. Di
banyak ayat-ayat Al-Qur'an Allah telah menceritakan segala sesuatu yang tidak
menyenangkan, gelap serta menjijikkan tentang neraka:
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri
itu?
Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan
air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap
yang hitam.
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. (QS.
Al-Waaqi’ah,
56:41-44)
"Dan apabila mereka dilemparkan ke
tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan
kebinasaan. (Akan dikatakan kepada mereka): "Jangan kamu sekalian
mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang
banyak" (QS. Al-Furqaan, 25:13-14)
Dengan memikirkan ayat-ayat di atas, orang tersebut
berdoa agar Allah menjauhkannya dari siksa neraka dan mengampuni segala
kesalahannya.
Sebaliknya, seseorang yang tidak
menggunakan cara berpikir yang demikian akan menghabiskan waktunya dengan
menggerutu, kesal dan selalu mencari kambing hitam dari setiap permasalahan. Ia
marah sekali kepada orang-orang yang menumpuk sampah tersebut dan pihak
pemerintahan daerah setempat yang terlambat untuk mengumpulkan dan membuangnya.
Sepanjang hari pikirannya disibukkan dengan hal-hal
seperti: jalan raya yang penuh
dengan lubang; orang-orang yang menyebabkan lalu lintas macet; badannya yang
basah kuyup kehujanan akibat ulah badan meteorologi yang salah dalam
memperkirakan cuaca; cemoohan kasar dari bossnya, dan lain sebagainya. Namun,
pikiran yang sia-sia ini tidaklah bermanfaat dalam kehidupan akhiratnya nanti.
Seseorang mungkin berhenti sejenak kemudian berpikir apakah ia seharusnya
menghiraukan banyak hal. Sungguh, banyak orang mengatakan bahwa alasan utama
yang mencegah mereka dari berpikir adalah segala kesibukan yang mengharuskan
mereka bekerja keras terus-menerus di dunia. Mereka berdalih bahwa mereka tidak
mampu berpikir karena sibuk dengan masalah pangan, perumahan dan kesehatan.
Akan tetapi ini hanyalah sekedar alasan untuk mengelak. Tanggung jawab dan
kondisi tersebut tidak ada hubungannya dengan berpikir sebagaimana yang
dikehendaki di sini. Seseorang yang berusaha untuk berpikir dalam rangka
mencari ridha Allah akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Ia akan melihat
bahwa, seiring dengan bergantinya hari, beragam persoalan yang biasanya menjadi
masalah baginya satu demi satu terselesaikan; hingga ia dapat meluangkan waktu
untuk berpikir dan berpikir lagi. Hanya orang-orang yang beriman sajalah yang
sadar, paham dan mengalami hal yang demikian.
Bagaimana
dunia yang berwarna-warni mendorong seseorang berpikir?
Masih dalam perjalanannya, ia terus
berusaha melihat keajaiban dari ayat-ayat ataupun ciptaan Allah di sekitarnya,
dan memuji Allah ketika memikirkan ini semua. Ketika melihat ke luar melalui
jendela mobilnya, ia menyaksikan dunia yang penuh dengan beragam warna. Lalu ia
pun berpikir: "Bagaimana segala sesuatu akan terlihat seandainya dunia ini
tidak berwarna?"
Lihatlah
gambar-gambar di bawah dan anda pun mulai berpikir. Apakah kenikmatan yang kita
rasakan dari memandang laut, pegunungan atau bunga yang tidak berwarna
sebanding dengan sebagaimana yang anda lihat sekarang? Apakah pemandangan
langit, buah, kupu-kupu, pakaian dan wajah-wajah manusia sebagaimana yang
terlihat oleh anda sekarang memberikan kepuasan? Adalah nikmat dari Tuhan bahwa
kita hidup di sebuah dunia yang cerah ceria dan memiliki beragam warna. Setiap
warna yang kita lihat di alam, keseimbangan yang sempurna dari warna-warna
makhluk hidup, semuanya adalah tanda-tanda tentang karya cipta dan seni khas
Allah yang tak tertandingi. Beragam warna dari bunga atau burung; dan
keharmonisan atau corak yang anggun antara warna-warna yang ada; bahwa tak
satupun warna di alam ini yang mengganggu penglihatan kita; warna lautan,
langit, pohon-pohon yang demikian serasi sehingga menimbulkan kedamaian dan
tidak melelahkan mata kita, semua ini menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah.
Dengan merenungkan beberapa fenomena tersebut, seseorang akan paham bahwa
setiap sesuatu yang ia lihat di sekelilingnya adalah hasil dari ilmu dan
kekuasaan Allah yang tak terbatas dan absolut. Setelah sadar akan segala nikmat
yang Allah anugerahkan ini, ia pun menjadi hamba yang takut kepada Allah dan
memohon perlindungan kepada-Nya agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang
yang tidak bersyukur. Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan fenomena warna-warna,
dan berfirman bahwa hanya mereka yang memiliki pengetahuan, yakni mereka yang
menyelami lebih jauh dengan berpikir dan menarik kesimpulan serta pelajaran
dari fenomena ini lah yang memiliki rasa takut kepada Allah:
"Tidakkah kamu melihat bahwasanya
Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu
buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada
garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang
hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata
dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Faathir, 35:
27-28).
Bagaimana
sebuah mobil jenazah yang melintas di jalan mendorong seseorang untuk berpikir?
Seseorang yang sedang bergegas menuju ke
suatu tempat secara tiba-tiba berpapasan dengan mobil jenazah. Sungguh ini
adalah kesempatan yang baik untuk berhenti sejenak dan menenangkan diri.
Pemandangan yang ia temui mengingatkannya akan kematian. Suatu hari ia juga
akan berada di mobil jenazah itu. Tiada keraguan tentang terhadapnya, tak
peduli seberapa besar usaha untuk menghindarinya, cepat atau lambat kematian
pasti akan datang menghampirinya. Tak peduli apakah ia sedang berada di tempat
tidurnya, ketika dalam perjalanan, atau ketika berlibur, ia pasti akan
meninggalkan dunia ini. Kematian adalah kenyataan yang tidak dapat dihindari.
Di saat yang demikian, seorang mukmin
teringat akan ayat Allah berikut:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan
mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga, yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik
pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakkal
kepada Tuhannya." (QS. Al-Ankabuut, 29: 57-59).
Keyakinan seseorang bahwa jasadnya akan
juga dimasukkan dalam peti mati, ditimbun tanah oleh kerabatnya, namanya akan
diukir diatas kuburan, akan menghilangkan kecintaannya kepada dunia. Seseorang
yang dengan ikhlas dan secara sadar berpikir tentang hal ini paham bahwa
tidaklah masuk akal untuk mengklaim kepemilikan tubuh yang suatu hari akan
membusuk di dalam tanah.
Dalam
ayat di atas, Allah memberikan kabar gembira berupa surga setelah kematian
kepada mereka yang sabar dan bertawakal kepada Allah. Oleh karenanya, dengan
berpikir bahwa suatu hari ia akan mati, seorang mukmin akan berusaha menjalani
hidup dengan akhlaq yang baik sebagaimana yang diperintahkan Allah untuk meraih
surga. Setiap saat ia teringat akan dekatnya kematian, tekadnya untuk
mendapatkan surga semakin menguat dan mendorongnya untuk senantiasa berusaha
bertingkah laku sesuai dengan akhlaqnya yang semakin lama semakin baik.
Sebaliknya, orang-orang yang condong
memikirkan hal-hal yang lain, dan menghabiskan hidup dengan angan-angan kosong,
tidak berpikir bahwa suatu hari hal yang sama pasti akan menimpa mereka
meskipun
mereka
berpapasan dengan mobil jenazah, setiap hari melewati kuburan atau bahkan salah
satu orang yang paling dicintai meninggal dunia di samping mereka sendiri.
Di siang hari…
Ketika
menyaksikan segala peristiwa yang ditemuinya sepanjang hari, orang beriman
selalu berpikir tentang tanda-tanda kebesaran Allah dan berusaha untuk memahami
makna-makna yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Ia menanggapi setiap kebaikan ataupun
malapetaka sebagai sesuatu yang memiliki kebaikan sebagaimana dikehendaki
Allah. Di mana saja ia berada, di sekolah, di tempat kerja ataupun di pasar,
dan dengan berprasangka dan berpikir bahwa Allahlah yang menciptakan setiap
sesuatu, ia selalu berusaha memahami keindahan-keindahan dan makna tersembunyi
di balik peristiwa-peristiwa yang diciptakan-Nya untuk kemudian menjalani hidup
dengan mematuhi ayat-ayat Allah. Sikap orang mukmin ini digambarkan dalam
Al-Qur'an:
"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari)
mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu
hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka
mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka
(dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan
supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. An-Nuur, 24: 37-38)
Bagaimana
orang berpikir ketika menghadapi kesulitan-kesulitan yang ditemuinya dalam
pekerjaan?
Manusia mungkin menghadapi berbagai macam
kesulitan selama satu hari penuh. Namun apapun kesulitan tersebut, hendaklah ia
berkeyakinan kepada Allah dan berpikir bahwa "Allah menguji kita dengan
sesuatu yang kita kerjakan dan pikirkan dalam hidup di dunia. Ini adalah
kenyataan yang sangat penting yang seharusnya tidak pernah kita lupakan sekejap
pun. Oleh karenanya, ketika menemui kesulitan dalam setiap hal yang kita
lakukan atau pikirkan, sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya, kita
hendaknya selalu ingat bahwa semua kesulitan ini telah dihadapkan oleh Allah
kepada kita untuk menguji perbuatan kita."
Pikiran-pikiran
yang muncul dalam benak seseorang ini berlaku untuk semua peristiwa, besar atau
kecil, yang ia jumpai sepanjang hari. Sebagai contoh, seseorang membayar lebih
tanpa sengaja akibat salah pengertian atau kecerobohan; sebuah file yang telah
diselesaikan dalam waktu berjam-jam dengan menggunakan komputer dapat hilang
begitu saja akibat terputusnya aliran listrik; seorang pelajar gagal dalam
ujian universitas meskipun ia telah belajar secara sungguh-sungguh; seseorang
terpaksa menghabiskan harinya menunggu dalam antrian untuk mendapatkan
pekerjaan akibat birokrasi yang terlalu rumit; dokumen yang
hilang
dapat menjadi masalah yang menyebabkan pekerjaan seseorang tidak karuan;
seseorang ketinggalan pesawat,
atau bus ketika hendak pergi ke suatu tujuan yang mesti dihadirinya seawal
mungkin…Ada banyak
sekali
peristiwa-peristiwa yang dialami seseorang dalam hidup yang dianggapnya
merupakan sebuah kesulitan atau "masalah".
Ketika mengalami semua peristiwa tersebut,
orang yang beriman akan berpikir dan ingat bahwa Allah menguji perilaku dan
kesabarannya; sehingga tidaklah masuk akal bagi orang yang yakin bahwa ia akan
mati dan mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat terpengaruh dengan
hal-hal serupa dan menghabiskan waktunya dengan perasaan takut dan khawatir
akan hal tersebut. Ia paham bahwa ada sebuah kebaikan di balik semua peristiwa
ini. Ia tak pernah mengatakan "Aduh" terhadap kejadian apapun. Ia
berdoa kepada Allah untuk memudahkan pekerjaan-pekerjaannya dan menjadikan
segala sesuatunya sebagai kebaikan.
Ketika kesulitan tersebut telah berlalu
dengan datangnya kemudahan, ia berpikir bahwa ini adalah jawaban dari doanya
kepada Allah, Allah mendengarkan dan, kemudian, mengabulkan doa-doanya. Pada
akhirnya ia pun bersyukur kepada Allah.
Ketika menjalani hari dengan prinsip
berpikir seperti ini, maka seseorang tak akan pernah putus harapan, merasa
khawatir, menyesal ataupun menderita terhadap apapun yang dialaminya. Ia tahu
bahwa Allah telah menciptakan semua ini untuk sebuah kebaikan dan keberkahan.
Tidak hanya itu, ia berpikir yang demikian tidak hanya ketika terjadi peristiwa-peristiwa
besar yang menimpanya, namun juga di semua hal yang rumit, besar ataupun kecil,
yang ia jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Coba pikirkan, ada orang yang tidak
mendapati urusannya yang penting terselesaikan sebagaimana yang ia kehendaki.
Ataupun orang yang ketika hampir saja meraih tujuan, dihadapkan pada sebuah
masalah yang serius. Orang ini mendadak menjadi sangat kecewa, merasa khawatir
dan tertekan. Pendek kata, dirinya dipenuhi dengan pikiran-pikiran buruk.
Sebaliknya, seseorang yag berpikir bahwa ada sesuatu kebaikan pada semua hal,
akan berusaha menemukan makna-makna tersembunyi yang Allah tunjukkan padanya
melalui peristiwa tersebut. Ia berpikir bahwa mungkin Allah telah melakukan ini
semua untuk memberinya peringatan agar lebih berhati-hati dan serius dalam
menangani masalah. Dengan demikian, ia pun kembali melakukan
persiapan-persiapan yang lebih matang, serta bersyukur kepada Allah sambil
mengatakan "mungkin ini membantu mencegah timbulnya malapetaka yang lebih
besar lagi".
Seseorang
yang ketinggalan bus ketika hendak menuju suatu tempat, berpikir: "mungkin
keterlambatan dan ketertinggalan saya dari bus tersebut telah menyelamatkan
saya dari kecelakaan atau bahaya yang lain". Ia berpikir lagi:
"mungkin masih banyak lagi hikmah-hikmah tersembunyi yang serupa".
Banyak sekali contoh-contoh semisal yang dapat ditemukan dalam kehidupan
manusia. Yang paling penting adalah rencana-rencana seseorang tidak harus selalu
terlaksana sesuai dengan yang ia kehendaki. Secara mendadak ia mungkin
mendapati dirinya berada dalam situasi yang sangat berbeda dari apa yang ia
rencanakan. Dalam kondisi yang demikian, seseorang yang berkepribadian dan
berperilaku secara tenang serta senantiasa mencari kebaikan dari sebuah
peristiwa akan memperoleh keberuntungan. Hal ini dikarenakan Allah berfirman
dalam ayat-Nya:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." (QS. Al-Baqarah, 2: 216)
Sebagaimana firman Allah di atas, kita
tidak mengetahui tetapi Allah mengetahui. Karena itu, hanya Allahlah yang
mengetahui apa yang baik dan yang tidak baik untuk kita. Segala yang menimpa
manusia hanyalah agar manusia mengambil Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang sebagai tempat mengadu dan meminta pertolongan, serta menyerahkan
diri kepada Allah sepenuhnya.
Hal-hal
yang terpikirkan ketika sedang mengerjakan sesuatu…
Manakala sedang mengerjakan sesuatu,
seharusnya seseorang tidak membiarkan akalnya kosong, akan tetapi senantiasa
memikirkan segala sesuatu yang baik. Otak manusia memiliki kemampuan untuk
berpikir lebih dari satu hal pada saat yang bersamaan. Seseorang yang sedang
mengendarai mobil, membersihkan rumah, bekerja mencari nafkah, berjalan di
jalan raya, pada saat yang sama dapat berpikir hal-hal yang baik.
Ketika
membersihkan rumah, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya sarana
seperti air dan detergen. Sadar bahwa Allah menyukai kebersihan dan orang yang
membersihkan diri, ia memandang pekerjaan yang sedang ia lakukan sebagai bentuk
ibadah sehingga dengan melakukan hal tersebut ia mengharapkan ridha Allah. Di
samping itu, ia merasa bahagia karena telah mempersiapkan tempat yang nyaman
untuk orang lain dengan membersihkan tempat tinggalnya.
Seseorang
yang tengah mengerjakan sesuatu, terus-menerus berdoa kepada Allah dan memohon
agar dimudahkan dalam pekerjaannya karena yakin bahwa ia tidak dapat melakukan
suatu pekerjaan dengan baik tanpa pertolongan Allah. Kita mengetahui di dalam
Al-Qur'an bahwa para Nabi memberikan contoh kepada kita dengan terus menerus
menghadapkan diri mereka kepada Allah dalam kesendirian, dan selalu mengingat
Allah ketika mengerjakan sesuatu. Diantara contoh ini adalah Nabi Musa. Beliau
menolong dua orang wanita yang ditemuinya dalam perjalanan. Setelah membantu
memberikan minum untuk binatang gembalaan mereka, beliau berdoa kepada Allah:
"Dan tatkala ia sampai di sumber air
negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan
(ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita
yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan
berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat
meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan
(ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah
lanjut
umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya,
kemudian dia kembali
ke tempat yang teduh lalu berdo’a: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan
sesuatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku". (QS. Al-Qashas, 28: 23-24)
Contoh lain yang kita temui dalam Al-Qur'an
yang berkenaan dengan masalah ini adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il. Allah
menceritakan bahwa kedua Nabi ini memikirkan kemaslahatan orang-orang mukmin
yang lain pada saat keduanya
sedang melaksanakan suatu pekerjaan. Mereka berdoa kepada-Nya sehubungan
dengan pekerjaan yang sedang
mereka lakukan:
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan
kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan
terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
Al-Baqarah, 2: 127-129)
Bagaimana
sarang laba-laba mendorong seseorang untuk berpikir?
Banyak hal yang dapat dipikirkan oleh
seseorang yang menghabiskan harinya dalam rumah. Ketika sedang membersihkan
rumah, ia menjumpai seekor laba-laba yang merajut sarangnya di sebuah sudut
rumah tersebut. Jika ia menyadari keharusan untuk memikirkan binatang yang
seringkali tidak dihiraukan orang ini, ia akan mengerti bahwa pintu pengetahuan
telah dibuka untuknya. Serangga kecil yang sedang disaksikannya adalah sebuah
keajaiban. Sarang laba-laba tersebut memiliki bentuk simetri yang sempurna. Ia
pun kagum terhadap seekor laba-laba yang mungil tetapi memiliki kemampuan dalam
membuat sebuah disain sempurna yang sedemikian menakjubkan. Setelah itu ia
membuat sebuah pengamatan singkat hingga mendapatkan beberapa fakta lain: serat
yang digunakan laba-laba ternyata 30% lebih fleksibel dari serat karet dengan
ketebalan yang sama. Serat yang diproduksi oleh laba-laba ini memiliki mutu
yang demikian tinggi sehingga ditiru oleh manusia dalam pembuatan jaket anti
peluru. Sungguh luar biasa, sarang laba-laba yang dianggap sederhana oleh kebanyakan
manusia, ternyata terbuat dari bahan yang mutunya setara dengan bahan industri
paling ideal di dunia.
Ketika menyaksikan disain yang sempurna
pada makhluk hidup di sekitarnya, manusia terus menerus berpikir hingga
kemudian mendorongnya untuk menemukan lebih banyak fakta-fakta yang
menakjubkan. Ketika mengamati sebuah lalat yang setiap saat dijumpainya namun
belum pernah diperhatikannya atau bahkan merasa sangat terganggu dan ingin
sekali membunuhnya, ia melihat bahwa serangga tersebut memiliki kebiasaan
membersihkan diri sampai bagian-bagian yang terkecil dari tubuhnya sekalipun.
Lalat tersebut seringkali hinggap di suatu tempat lalu membersihkan tangan dan
kakinya secara terpisah. Setelah itu lalat ini membersihkan debu yang menempel
pada sayap dan kepalanya dengan menggunakan tangan dan kakinya secara
menyeluruh. Lalat ini terus saja melakukan yang demikian sampai yakin akan
kebersihannya. Semua lalat dan serangga membersihkan tubuh mereka dengan cara
yang sama: dengan penuh perhatian dan ketelitian
sampai
ke hal-hal yang kecil sekalipun. Ini menunjukkan adanya satu-satunya Pencipta
yang mengajarkan kepada mereka cara membersihkan diri mereka sendiri.
Ketika terbang, lalat mengepakkan sayapnya
kurang lebih 500 kali setiap detik. Padahal tak satupun mesin buatan manusia
yang mampu memiliki kecepatan yang luar biasa ini. Kalaulah ada, mesin itu akan
hancur dan terbakar akibat gaya gesek. Namun sayap, otot ataupun persendian
lalat ini tidak mengalami kerusakan. Lalat dapat terbang ke arahmanapun tanpa
terpengaruh oleh arah dan kecepatan angin. Dengan teknologi yang paling
mutakhir sekalipun, manusia masih belum mampu membuat mesin yang memiliki
spesifikasi dan teknik terbang yang luar biasa sebagaimana lalat. Begitulah,
makhluk hidup yang cenderung diremehkan dan tidak terlalu mendapat perhatian
manusia, dapat melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukan manusia. Tidak
diragukan lagi, tidaklah mungkin mengklaim bahwa seekor lalat melakukan ini
semua semata-mata karena kemampuan dan kecerdasan yang ia miliki. Semua
karakteristik istimewa dari lalat adalah kemampuan yang Allah berikan kepadanya
Segala sesuatu yang terlihat sepintas oleh
manusia ternyata didalamnya terdapat kehidupan, baik yang terlihat ataupun
tidak. Tak satu sentimeter persegi pun di bumi ini yang di dalamnya tidak
terkandung kehidupan. Manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan adalah makhluk
yang mampu dilihat oleh manusia. Namun, masih ada makhluk-makhluk lain yang
tidak terlihat oleh manusia akan tetapi manusia sadar akan keberadaannya.
Misalnya rumah yang ia diami yang penuh dengan makhluk-makhluk mikroskopis yang
disebut "tungau". Demikian pula halnya dengan udara yang ia hirup, di
dalamnya mengandung virus yang tak terhingga banyaknya, atau tanah kebunnya
yang mengandung bakteri yang sangat banyak.
Seseorang
yang merenung tentang keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan di bumi,
akan mengetahui kesempurnaan makhluk-makhluk ini. Tiap makhluk yang ia lihat
adalah tanda-tanda keagungan karya seni ciptaan Allah, demikian pula halnya
dengan keajaiban luar biasa yang tersembunyi dalam makhluk-makhluk mikroskopis
tersebut. Virus, bakteri ataupun tungau yang tidak terlihat oleh mata telanjang
memiliki mekanisme tubuh yang unik. Habitat, cara makan, sistim reproduksi dan pertahanan
mereka semuanya diciptakan oleh Allah. Seseorang yang memikirkan secara
mendalam tentang fenomena ini teringat ayat Allah:
"Dan berapa banyak binatang yang tidak
(dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki
kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS.
Al-Ankabuut, 29: 60)
Bagaimana
penyakit mendorong seseorang untuk berpikir?
Manusia adalah makhluk yang memiliki banyak
kelemahan dan harus selalu terus-menerus berusaha untuk mengatasi kelemahan
tersebut. Adanya penyakit yang diderita manusia adalah gambaran paling jelas
tentang kelemahan tersebut. Oleh karenanya, ketika seseorang atau sahabatnya
jatuh sakit, ia hendaknya berpikir tentang makna yang terkandung dari musibah
ini. Ketika sedang berpikir, ia memahami bahwa flu yang dianggap sebagai
penyakit yang biasa pun memiliki pelajaran-pelajaran yang darinya manusia dapat
mengambil
hikmah ataupun peringatan.
Ketika terjangkiti penyakit tersebut, ia memikirkan hal-hal seperti: pertama,
penyebab utama flu adalah virus yang teramat kecil untuk dilihat dengan mata
telanjang. Akan tetapi, makhluk yang kecil ini sudah cukup untuk membuat
manusia yang bobotnya 60-70 kg menjadi kehilangan kekuatan, membuatnya sedemikian
lemah sehingga tak mampu berjalan ataupun berbicara sekalipun. Seringkali obat
atau makanan yang ia makan tidak membantu meringankan penderitaannya.
Satu-satunya yang dapat ia lakukan adalah beristirahat dan menunggu. Dalam
tubuhnya, berlangsung sebuah peperangan yang ia tak pernah mampu untuk campur
tangan, dengan kata lain ia dibuat lumpuh tak berdaya melawan organisme yang
sangat kecil. Dalam keadaan yang demikian, ia hendaknya mengingat ayat Allah:
"(Yaitu
Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku,
Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku
(kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari
kiamat".
(Ibrahim berdo'a): "Ya Tuhanku,
berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang
yang saleh". (QS. Asy-Syu‘araa, 26: 78-83)
Seseorang yang terjangkiti penyakit apapun
hendaknya membandingkan sikapnya ketika sehat dan setelah pulih dari sakit,
kemudian berpikir tentang hal tersebut. Seharusnya ia menyadari keadaanya yang
lemah
ketika
sakit, perasaan ketergantungan kepada Allah yang sangat. Hal ini tercermin,
misalnya, dalam keikhlasan dan
kekhusu’annya ketika berdoa kepada Allah menjelang dioperasi.
Sebaliknya, ketika mengetahui orang lain
sedang menderita sakit, ia hendaknya segera bersyukur kepada Allah sambil
berpikir tentang keadaannya yang sehat. Manakala melihat orang yang cacat kaki,
misalnya, orang beriman memikirkan bahwa kakinya adalah nikmat yang sangat
besar dan penting bagi dirinya. Ia memahami bahwa kemampuannya untuk berjalan
atau berlari ke manapun serta melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain
sejak bangun tidur di pagi hari adalah nikmat dari Allah. Dengan membuat
perbandingan seperti ini, ia akan lebih memahami besarnya nikmat yang telah
didapatkannya.
Bagaimana
seseorang berpikir ketika bertemu dengan orang yang arogan, tidak sopan, suka
menyinggung perasaan orang lain dan berperangai buruk?
Ketika berada di kantor atau sekolah
sepanjang hari, seseorang akan bertemu dengan berbagai tipe manusia. Sebagian
dari mereka mungkin tidak berakhlaq baik dan tidak takut kepada Allah. Seorang
mukmin yang bertemu dengan orang-orang ini tidak akan terpengaruh oleh keadaan
mereka, sebaliknya tetap istiqomah dengan akhlaq luhurnya sebagaimana yang
diajarkan Allah. Ia memahami bahwa penyebab perilaku buruk mereka adalah
ketiadaan rasa takut kepada Allah serta ingkar kepada hari akhir. Gambaran
berikut ini lalu muncul dalam benaknya: Allah telah memperingatkan tentang
siksa neraka dan memerintahkan manusia agar memikirkan adzabnya yang kekal,
sehingga manusia mau memperbaiki perilaku mereka dalam kehidupan
dunia,
kembali kepada Allah dengan merendahkan diri dan melaksanakan ajaran agama
secara ikhlas. Seandainya seseorang menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan
ancaman yang sedemikian berat dan serius, ia pasti akan melakukan segala
sesuatu agar dapat meloloskan diri dari ancaman tersebut. Sebaliknya mereka
yang tidak memikirkannya, sehingga tidak memahami betapa seriusnya ancaman
tersebut, akan berperilaku seolah-olah tempat yang penuh dengan bara dan
siksaan yang dipersiapkan untuk mereka itu tidak lah ada.
Sadar
akan kenyataan ini, beberapa hal penting lain terlintas dalam pikirannya:
ketika dikumpulkan di tepi jurang neraka, perilaku orang-orang yang berperangai
buruk tersebut akan berbeda sama sekali dengan perilaku mereka ketika di dunia.
Orang yang ketika masih hidup di dunia berperangai buruk, tidak malu untuk
bertindak yang semena-mena dan arogan akan memiliki ekspresi muka, sikap dan
cara berbicara yang tidak seperti biasanya pada hari penghisaban, yakni ketika
ia diseret ke depan jurang neraka dan terus menerus disiksa.
Atau jika orang yang agresif, kasar dan
seringkali melakukan tindak kejahatan dan tidak memiliki rasa kemanusiaan
dibawa ke tepi jurang neraka, ia akan merasakan penyesalan yang abadi ketika
melihat adzab neraka.
Seseorang
selalu mengemukakan berbagai macam alasan untuk tidak menjalankan agama dan
tidak melaksanakan ibadah dalam hidupnya di dunia. Namun ia tidak akan dapat
mengatakan alasan-alasan tersebut ketika diperintah melaksanakan sholat pada
saat sedang menanti di depan gerbang neraka.
Orang yang takut kepada Allah tidak pernah
melupakan kenyataan ini. Karena senantiasa memikirkan siksa neraka, ia
mengetahui mana perilaku, kata-kata yang benar serta akhlaq yang baik. Dengan
keyakinan yang kuat dan senantiasa mengingat keberadaan neraka, ia selalu
berbuat seolah-olah ia berada sangat dekat dengan neraka, dan memikirkan bahwa
ia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang ia kerjakan.
Allah menyeru manusia untuk memikirkan
neraka dan hari penghisaban:
"Pada hari ketika tiap-tiap diri
mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu juga kejahatan yang
telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa
yang
jauh;
dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat
Penyayang kepada hamba-hamba-Nya". (QS. Aali ‘Imraan, 3: 30)
Ketika sedang
makan…
"Allah lah yang menjadikan bumi bagi
kamu sebagai tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu
membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik.
Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta
alam." (QS. Ghaafir, 40:64)
Allah telah menyediakan untuk manusia berbagai jenis makanan dan minuman yang baik, bersih dan lezat di dunia. Sudah barang tentu, semua ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak terhingga terhadap manusia. Meskipun manusia mampu bertahan hidup hanya dengan satu jenis makanan dan minuman, akan
tetapi
Allah telah menganugerahkan kepada mereka kenikmatan yang tak terhitung
jumlahnya dengan menciptakan beragam makanan: buah-buahan, sayur-sayuran dan berbagai
macam jenis daging…
Mengetahui bahwa segala kebaikan berasal
dari Allah, orang yang beriman akan memikirkan semua ini dan bersyukur kepada
Allah setiap saat ketika duduk di depan meja makan dan bersiap-siap menikmati
hidangan.
Bagaimana
buah-buahan yang disajikan mendorong seseorang untuk berpikir?
Dalam
banyak ayat Al-Qur'an, disebutkan bahwa Allah telah memberi nikmat kepada
manusia dengan beraneka ragam buah-buahan yang disajikan kepada seseorang
ketika sedang makan. Di atas meja makan dihidangkan berbagai macam
sayur-sayuran yang sebelumnya tumbuh di atas tanah; dan makanan yang dihasilkan
dari hewan. Sesuai fitrahnya, manusia diciptakan untuk menikmati
makanan-makanan ini. Selain memiliki kelezatan yang berbeda-beda, pada saat
yang bersamaan makanan tersebut juga diperlukan untuk kelangsungan hidup
manusia. Marilah kita berpikir: apa yang terjadi seandainya makanan-makanan
yang
penting
untuk kehidupan manusia ini tidak memiliki rasa, atau mempunyai rasa yang tidak
sedap? Atau jika makanan-makanan
ini berbahaya bagi tubuh kita kendatipun rasanya enak….Atau seandainya terdapat
hanya
beberapa
jenis makanan yang dapat kita makan untuk kelangsungan hidup? Yang menyebabkan
makanan dan minuman yang dihidangkan di hadapan anda tidak berasa hambar adalah
karena kebaikan dan kasih sayang Allah kepada anda. Bahkan jika seseorang
berpikir tentang buah-buahan saja, ia akan mengetahui dan mengakui kebaikan
Allah kepadanya.
Ketika melihat beragam jenis buah-buahan di
atas meja makan di hadapannya, seseorang yang mempunyai nalar akan berpikir:
tanaman yang tumbuh dari tanah atau lumpur hitam akan tetapi menghasilkan
buah-buahan dengan beragam warna dan aroma, serta daging buah yang bersih
dengan rasa yang sangat enak, adalah nikmat yang sangat besar yang Allah
berikan kepada manusia.
Pisang, tangerine, jeruk, melon, semangka
serta semua buah-buahan yang diciptakan beserta kulit pembungkus daging buah,
memiliki kulit yang mampu melindungi buah-buahan dari kebusukan dan kerusakan.
Kulit pembungkus ini juga berfungsi memelihara aroma buah. Segera setelah kulit
ini dikupas dan dibuang, daging buah tersebut perlahan-lahan berubah menjadi
hitam dan rusak.
Ketika
diamati satu persatu, buah-buahan tersebut kelihatan memiliki banyak keunikan.
Tangerine dan jeruk, misalnya, diciptakan dalam keadaan telah bersekat-sekat.
Seandainya jeruk dan tangerine memiliki bentuk yang utuh tanpa sekat, seseorang
akan merasa sulit untuk memakan buah-buahan yang banyak mengandung air ini.
Namun Allah telah menciptakannya dalam keadaan tersekat-sekat sebagai kemudahan
dan nikmat tambahan untuk manusia. Tidak perlu disanksikan lagi, disain yang
sangat indah, tanpa cacat, dan
demikian
sempurna sehingga pas dengan kebutuhan adalah satu diantara karakteristik
ciptaan Allah Yang Maha Mengetahui.
Contoh lain adalah strawberi, buah dengan
bentuk dan rasa yang sangat khusus. Bentuk dan rupa permukaannya kelihatan
seakan-akan buah strawberi sengaja dibentuk dengan sangat hati-hati. Warna
merah segar yang dihiasi dengan dedaunan hijau ini hanyalah bagian yang amat
kecil dari daya cipta Allah yang tak tertandingi. Manisnya bau dan rasa,
ketiadaan akan biji serta kulit pembungkus buah sehingga mudah untuk dimakan,
mengingatkan orang akan buah-buahan surga. Buah, yang tanamannya tumbuh di atas
tanah dan memiliki warna yang sedemikian indah dan menawan, menunjukkan kepada
kita tentang Tuhan kita yang telah menciptakan buah tersebut tanpa ada
bandingannya. Dia lah yang telah mewujudkan Seni, Kebijaksanaan serta Ilmu-Nya
pada segala sesuatu yang Dia ciptakan.
Keberadaan
buah-buahan yang beraneka ragam di setiap musim yang berbeda adalah hal lain
yang patut untuk direnungkan. Adalah sebuah nikmat dan kebaikan dari Allah
kepada manusia bahwa, sebagai contoh, ketika musim dingin dimana manusia
membutuhkan vitamin dalam jumlah besar, tersedia buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin C seperti tangerine, jeruk dan grapefruit. Sebaliknya di
musim panas, buah-buahan semisal ceri, melon, semangka dan persik yang
melegakan dahaga begitu berlimpah.
Ketika kita memandang pohon dengan buah-buahnya yang bergelantungan di dahan atau ketika tanaman tersebut sedang ditanam terdapat sebuah kenikmatan tersendiri yang Allah berikan. Pemandangan ratusan buah-buahan di atas batang pohon yang kering dan menempel kuat pada dahannya, yang di dalamnya mengandung air dan sebagian diantaranya terlihat seakan-akan permukaan luar kulit buah tersebut terpoles hingga mengkilat, adalah bukti bahwa setiap buah-buahan tersebut telah diciptakan oleh Allah. Sebagai contoh, buah anggur terlihat seolah-olah telah di letakkan pada ranting-ranting tanaman anggur satu demi satu. Allah telah menciptakan buah-buahan tersebut penuh keunikan keunikan tanpa ada duanya. Ketika masih berada di dahan tanaman, anggur dibentuk dan ditampilkan sedemikian rupa agar menarik manusia. Dengan alasan ini, ketika menggambarkan surga dalam Al-Qur'an: "Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan
buahnya
dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya." (QS. Al-Insaan, 76:14), Allah menyatakan bahwa
buah-buahan di surga mudah dipetik.
Sudah pasti bahwa yang disebutkan disini
hanyalah contoh-contoh yang jumlahnya terbatas. Segala nikmat yang Allah
ciptakan terlalu banyak untuk dapat dihitung. Orang yang menyadari akan hal
tersebut ketika berada di meja makan akan teringat ayat Allah yang lain:
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan
itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung ni'mat Allah, niscaya kamu
tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl, 16: 17-18)
Bagaimana rasa
dan bau mendorong seseorang berpikir?
Dengan senantiasa berpikir sebagaimana
telah diuraikan di atas, manusia akan lebih menyadari tentang keindahan dan
ketelitian dalam ciptaan Allah. Ketika merenung tentang semua ini, orang yang
sadar akan berpikir bahwa kebahagiaan yang mucul ketika sedang merasakan
nikmat-nikmat yang Allah berikan adalah sebuah kebaikan yang besar. Ia ingat
bahwa indra pengecap dan penciuman telah menolong kita merasakan berbagai
keindahan di dunia. Tanpa memiliki indra penciuman, kita tidak akan mampu
menikmati keharuman sekuntum bunga mawar, buah-buahan yang kita makan atau
daging panggang sebagaimana yang kita rasakan saat ini. Tanpa indra pengecap,
kita tidak dapat merasakan rasa coklat yang khas, permen, daging, strawberi dan
rasa lezat yang lain.
Hendaknya tidak dilupakan bahwa mungkin
saja kita hidup di dunia yang tidak memiliki warna, rasa dan aroma. Dan jika
Allah tidak memberikan segala kenikmatan ini, kita tidak akan mendapatkannya
dengan cara apapun. Namun Allah telah memberikan nikmat yang tak berhingga
kepada manusia dengan menciptakan rasa dan bau juga sistim indera untuk merasakannya.
Ketika berjalan-jalan
di taman….
Bagaimana keindahan alam mendorong
seseorang berpikir?
Ketika
melihat keindahan-keindahan di alam seseorang yang beriman kepada Allah memuji
Allah dengan mengagungkan-Nya. Ia sadar bahwa Allah telah menciptakan segala
keindahan yang ada. Ia tahu bahwa segala keindahan ini adalah kepunyaan Allah
dan merupakan perwujudan dari sifat-Nya Yang Maha Indah (Al-Jamaal).
Ketika berjalan-jalan mengelilingi alam
sekitar, seseorang merasakan keindahan-keindahan yang lebih terasa dari
sebelumnya. Dari sebatang rumput hingga setangkai bunga daisy kuning, dari
burung hingga semut, segala sesuatunya penuh dengan kerumitan yang memerlukan perenungan.
Ketika merenungkan yang demikian, manusia akan memahami kekuasaan dan kebesaran
Allah.
Kupu-kupu,
misalnya, adalah makhluk yang sangat indah dan elok untuk dilihat. Kupu-kupu,
yang memiliki sayap dengan simetri dan disain semacam renda yang demikian
teliti sehingga terlihat seolah-olah dilukis dengan tangan, dengan warna yang
harmoni dan dipenuhi fosfor sehingga berpendar, adalah bukti daya seni yang tak
tertandingi dari ciptaan Allah.
Banyaknya jenis tanaman dan pohon yang tak
terhitung di muka bumi merupakan bagian dari keindahan ciptaan Allah.
Bunga-bunga dengan warna yang beraneka-ragam dan berbagai bentuk pepohonan
telah diciptakan sedemikian rupa sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia.
Seseorang yang memiliki keimanan akan
berpikir bagaimana bunga seperti mawar, violet, daisy, hyacinth, anyelir,
anggrek dan bunga-bunga lainnya memiliki permukaan yang sedemikian mulus,
bagaimana mereka muncul dari biji-biji mereka dalam keadaan yang halus sama
sekali tanpa ada lipatan-lipatan, bagaikan telah disetrika.
Satu
lagi keajaiban ciptaan Allah adalah aroma sedap yang menakjubkan dari
bunga-bunga ini. Mawar, misalnya, memiliki wangi yang tidak pernah berubah yang
selalu dikeluarkannya. Bahkan dengan teknologi paling maju sekalipun, bau yang
menyamai mawar tidak dapat dibuat. Penelitian di laboratorium-laboratorium
untuk
menyerupai bau ini belum mendatangkan hasil yang memuaskan. Aroma parfum yang
diproduksi dengan meniru bau mawar pada umumnya memiliki bau harum yang
sedemikian kuat sehingga mengganggu orang. Tetapi bau asli dari bunga mawar
tidak menimbulkan gangguan apapun bagi manusia.
Orang
yang beriman sadar bahwa segala sesuatu ini diciptakan Allah agar ia
memuji-Nya, untuk menunjukkan kepadanya karya seni dan ilmu Allah dari
keindahan-keindahan yang ia ciptakan. Sadar akan hal ini, seseorang yang
menyaksikan keindahan kebun ketika sedang berjalan-jalan akan mengagungkan
Allah seraya mengatakan, "Maa syaa Allahu, laa quwwata illaa billaah
(sungguh atas kehendak Allah semua ini
terwujud,
tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ia ingat bahwa Allah
telah memberikan segala keindahan ini untuk kepentingan manusia dan Dia akan
memberikan kenikmatan-kenikmatan luar biasa kepada orang-orang mukmin yang
tidak ada bandingannya di akhirat; sehingga kecintaannya kepada Allah semakin
bertambah.
Sudahkah
anda merenungkan tentang seekor semut yang anda lihat ketika berjalan di sebuah
taman?
Manusia
pada umumnya tidak begitu memperhatikan pentingnya berpikir tentang beragam
makhluk hidup yang mereka lihat di sekitarnya. Mereka tidak membayangkan
bahwasanya benda-benda hidup yang mereka jumpai setiap hari tersebut memiliki
ciri-ciri yang sangat menarik. Sebaliknya, bagi seseorang yang beriman, setiap
makhluk hidup ciptaan Allah memiliki karakteristik yang menunjukkannya sebagai
sebuah ciptaan yang sempurna. Semut adalah salah satu diantaranya.
Sewaktu berjalan-jalan di taman, orang yang
beriman tidak memalingkan muka ketika melihat seekor semut. Dengan mengamati
ciri-cirinya yang mengagumkan, ia menyaksikan kesempurnaan ciptaan Allah.
Bahkan dengan hanya mengamati cara berjalan
seekor semut pun dapat mendorong akal kita untuk berpikir. Semut menggerakkan
kaki-kakinya yang sangat kecil secara berurutan dan sangat terorganisir,
mengetahui dengan baik dan sempurna kaki yang mana yang seharusnya melangkah
terlebih dahulu untuk kemudian diikuti kaki yang lain. Ia dapat berjalan dengan
sangat cepat tanpa lelah.
Serangga mungil ini mampu mengangkat beban
yang bobotnya jauh lebih berat dibanding tubuhnya, dan membawanya ke sarang
sendirian. Ia mampu menempuh perjalanan yang jaraknya sangat jauh dibandingkan
dengan panjang tubuhnya yang sangat pendek. Di atas tanah yang rata dan tidak
berjejak, tanpa penunjuk arah, semut dapat dengan mudah menemukan sarangnya.
Kendatipun lubang masuk sarang terlalu kecil bagi manusia untuk menemukannya,
semut tidak merasakan kebingungan dan menemukan sarang tersebut, tak menjadi
soal dimana sarang tersebut berada.
Ketika
sedang berada di kebun dan melihat semut-semut yang berbaris satu dengan yang
lain, bekerja keras dan bersemangat mengangkut makanan ke dalam sarangnya,
seseorang tak mampu berhenti bergumam dalam hati mengapa makhluk yang mungil
ini kelihatan seolah-olah bekerja begitu keras. Seseorang kemudian menyadari
bahwa semut tersebut mengumpulkan makanan tidak hanya untuk dirinya sendiri,
tetapi juga untuk para anggota koloni semut yang lain, untuk sang ratu dan
bayi-bayi semut. Bagaimana semut yang mungil yang tidak memiliki otak yang
sempurna akan tetapi mampu berperilaku rajin, disiplin dan berkorban untuk
orang lain adalah sesuatu yang perlu untuk direnungkan. Setelah memikirkan
secara mendalam tentang fenomena-
fenomena ini,
seseorang mencapai sebuah
kesimpulan: semut, sebagaimana
makhluk hidup yang
lain,
berperilaku dengan mengikuti
petunjuk Allah dan mematuhi perintah-perintah-Nya saja.
Orang
mukmin yang sedang berjalan di sebuah taman juga memikirkan tentang tanaman
yang merambat, yang juga dikenal dengan istilah ivy, yang ia temui, yang
merupakan satu dari nikmat-nikmat yang Allah ciptakan.
Bagi
orang yang berpikir, di setiap benda hidup terdapat tanda-tanda yang dapat
dijadikan pelajaran. Sebagai contoh, ivy yang melingkarkan tubuhnya
mengelilingi sebuah dahan atau benda lain adalah fenomena yang perlu dipikirkan
secara seksama. Jika pertumbuhan ivy direkam dan dipertunjukkan ulang dengan
cepat, akan terlihat bahwa ivy bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang
memiliki kesadaran. Ia seolah-olah melihat dahan yang berada tepat di
hadapannya, lalu ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan
diri ke dahan seperti tali lasso. Kadangkala ia melingkari dahan tersebut
beberapa kali untuk menguatkan ikatan dirinya terhadap dahan. Ia tumbuh sangat
cepat dengan cara yang demikian dan ketika telah sampai di ujung dahan, ia
tumbuh dengan mengikuti arah baru yakni kembali tumbuh melingkari dahan dengan
arah ke belakang, atau tumbuh kebawah. Seorang mukmin yang menyaksikan semua
ini kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa
Dia menciptakannya sebagai sistim yang unik dan tanpa cacat.
Ketika
seseorang terus mengamati gerakan-gerakan ivy, ia menemukan satu ciri menarik
lain dari tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa ivy dengan kuat melekatkan
dirinya di atas permukaan dimana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan
sampingnya. Bahan yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki
kesadaran tersebut merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba
untuk dipindahkan dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang
ada ditembok akan ikut terangkat juga.
Keberadaan
tanaman yang merambat sebagaimana diuraikan atas menunjukkan kepada orang
mukmin yang melihat dan kemudian memikirkannya, akan kekuasaan Allah, Pencipta
tanaman tersebut.
Bagaimana
pepohonan mendorong seseorang untuk berpikir?
Setiap
hari kita melihat pepohonan di berbagai tempat; akan tetapi, pernahkan kita
memikirkan bagaimana air dapat mencapai daun yang paling jauh letaknya di ujung
teratas dari sebuah pohon yang tinggi? Kita akan mendapatkan pemahaman yang
lebih baik tentang keluarbiasaan ini dengan membuat sebuah perbandingan.
Tidaklah mungkin bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda
untuk naik ke lantai yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau
mesin pompa air yang kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya
sampai ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistim
pemompaan yang mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon. Jika
tidak, mustahil air akan dapat mencapai batang pohon dan cabang-cabangnya di
bagian atas sehingga pohon-pohon tersebut akan segera mati.
Namun
Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua sarana dan perlengkapan
yang diperlukan. Tambahan lagi, sistim pemompaan di setiap pohon terlalu
canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat
tinggal manusia. Ini adalah satu diantara beragam hal yang hendaknya dipikirkan
oleh seseorang ketika sedang menyaksikan tanaman-tanaman tersebut. Dan
pemikiran semacam ini hanya akan muncul jika ia senantiasa melihat ke segala
sesuatu dengan menggunakan "mata yang benar-benar melihat", yakni
melihat sambil memikirkan secara mendalam tentang apa yang sedang dilihatnya.
Hal
lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan dedaunan. Ketika memandang sebuah
pohon, seseorang yang merenungkan segala sesuatu yang dilihatnya tidak akan
menganggap daun-daun pohon tersebut sebagai bentuk-bentuk sederhana sebagaimana
ia terbiasa untuk melihatnya. Ia berpikir berbagai hal yang belum pernah
terpikirkan oleh orang lain. Dedaunan, misalnya, adalah sesuatu yang rentan dan
mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering kerontang karena panasnya terik
sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang manusia berada pada suhu 40oC
dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya,
daun mampu untuk tetap hijau di bawah panas matahari yang menyengat tanpa
terbakar selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan meskipun sangat sedikit
sekali jumlah air yang mengalir melalui pembuluh-pembulunya yang mirip benang.
Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan
segala sesuatu dengan ilmu yang tak tertandingi. Berpikir tentang keajaiban
ciptaan tersebut, seseorang yang beriman mampu sekali lagi melihat kebesaran
Allah untuk kemudian mengagungkan-Nya.
Ketika sedang membaca
surat kabar, melihat TV...
Orang-orang
mengikuti berita melalui berbagai surat kabar dan TV di siang hari ataupun
setelah mereka kembali ke rumah di petang hari. Dalam laporan berita tersebut,
banyak pemberitaan-pemberitaan yang dapat dipikirkan dan dilihat atau diambil
darinya peringatan serta tanda-tanda kekuasaan Allah oleh orang-orang yang
memiliki nalar.
Bagaimana
jumlah kasus kejahatan, penyerangan dan pembunuhan mendorong seseorang untuk
berpikir?
Setiap hari, melalui surat kabar lokal
maupun berita televisi, seseorang mengetahui adanya kasus pembunuhan,
penganiayaan, pencurian, perampokan, penipuan dan bunuh diri. Kejadian yang
sering ini, serta kebanyakan manusia yang begitu cenderung melakukan tindak
kriminal tersebut memperlihatkan akibat yang diderita oleh manusia yang
hidupnya tidak berlandaskan agama Allah. Penculikan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap seorang anak kecil untuk mendapatkan uang tebusan yang
menyebabkannya dihantui oleh perasaan takut yang sangat termasuk upaya
pembunuhan terhadapnya; seseorang yang menodongkan
senapannya
ke arah orang lain lalu menembaknya tanpa ragu-ragu; seseorang yang menerima
uang suap, melakukan bunuh diri atau penipuan…Semua ini adalah indikasi
bahwa para pelaku tindak kriminal tersebut
tidak takut kepada Allah dan
tidak yakin akan keberadaan hari akhirat. Seseorang yang takut kepada Allah dan
mengetahui
bahwa ia akan dihisab di hari akhir tidak akan pernah berani melakukan satu pun
dari berbagai kejahatan tersebut. Sebab semuanya adalah perbuatan yang akan
dibalas dengan api neraka di akhirat.
Mungkin ada yang berkata:"Saya seorang
ateis. Saya tidak percaya kepada Allah, tapi saya tidak menerima uang
suap". Pernyataan orang yang tidak takut kepada Allah ini tidak meyakinkan
sama sekali. Sangat mungkin bahwa komitmen dalam memegang janjinya akan melemah
ketika kondisi berubah. Sebagai contoh, jika ia harus mendapatkan uang untuk
keperluan yang sangat mendesak, dan kebetulan berada pada kondisi yang
memungkinkannya untuk mencuri atau menerima uang suap, ia dapat saja tidak
memegang janjinya. Hal yang sama dapat berlaku ketika nyawanya berada dalam
bahaya. Kendatipun ia dapat menahan diri dari mengambil uang suap dalam situasi
yang sulit, ia mungkin cenderung untuk melakukan perbuatan terlarang lainnya.
Sebaliknya, orang yang beriman tidak pernah melakukan apapun yang tidak mampu
dipertanggung jawabkannya di akhirat.
Jadi, penyebab semua tindak kejahatan
tersebut, yang mendorong kita melakukan protes dan berteriak,"apa yang
terjadi pada masyarakat kita!" melalui surat kabar, TV, kantor-kantor pada
hakikatnya adalah jauhnya mereka dari agama. Ketika menyaksikan berita-berita
sebagaimana di atas, orang yang beriman tidak memalingkan muka, sebaliknya mereka
berpikir bahwa satu-satunya jalan keluar adalah untuk menyampaikan ajaran agama
dan menghidupkan nilai-nilai akhlaq dalam masyarakat. Sebab dalam masyarakat
yang terdiri atas orang-orang yang takut kepada Allah dan tahu bahwa mereka
akan mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat, tidaklah mungkin semua
peristiwa ini terjadi. Dalam masyarakat yang demikian, kedamaian dan keamanan
akan dinikmati pada puncaknya.
Bagaimana
acara diskusi TV sampai pagi hari mendorong seseorang berpikir?
Bagi seseorang
yang terus-menerus berpikir mendalam tentang segala yang ia lihat di
sekitarnya, acara-acara diskusi yang disiarkan melalui TV pun dapat dijadikan
bahan renungan.
Acara-acara
tersebut menampilkan tokoh-tokoh serta para ahli di bidang yang sedang menjadi
topik hangat di hari itu. Mereka mendiskusikan sebuah topik selama berjam-jam,
namun tak seorang pun di antara mereka mampu memberikan jalan keluar atau
mencapai sebuah kesimpulan. Padahal mereka yang menghadiri acara diskusi
tersebut adalah orang-orang yang dipercayai memiliki kemampuan dalam memecahkan
masalah yang ada.
Sungguh, jalan keluar dari sebagian besar
permasalahan yang sedang didiskusikan tersebut sangatlah jelas. Namun
kepentingan pribadi masing-masing orang, pengaruh dari golongan mereka, ambisi
untuk menonjolkan diri pribadi dari pada mencari sebuah solusi secara ikhlas,
membawa mereka pada jalan buntu.
Ketika menyaksikan ini semua, orang yang
memiliki nalar akan berpikir bahwa sebenarnya penyebab dari persoalan yang ada
terletak pada jauhnya masyarakat dari agama Allah. Orang yang beriman kepada
Allah tidak pernah menunjukkan perilaku yang tidak bertanggung jawab, sia-sia
ataupun acuh tak acuh. Ia sadar bahwa ada kebaikan di setiap peristiwa yang
Allah perlihatkan kepadanya. Ia paham bahwa ia selalu berada
dalam
keadaan diuji di dunia ini yang mengharuskannya untuk menggunakan akal,
kekuatan dan pengetahuannya dalam segala hal yang dapat membuat Allah ridha.
Di samping itu, seorang mukmin senantiasa
ingat akan sebuah ayat Allah ketika melihat acara tersebut:
"… Dan manusia adalah
makhluk yang paling banyak membantah." (QS. Al-Kahfi, 18: 54)
Dalam
acara diskusi tersebut terlihat adanya perdebatan, atau bahkan, percekcokan
antar para tokoh dan ahli yang tampil di TV. Juga ketidakmengertian mereka akan
permasalahan yang dikemukakan kepada mereka, terobsesi dengan apa yang akan
mereka katakan dan mencoba untuk paling dahulu mengatakannya, saling memotong
pembicaraan, meninggikan suara dengan mudahnya, begitu cepat kehilangan
kesabaran, saling melontarkan ejekan; adalah bukti yang penting untuk
diperhatikan dalam mamahami aspek-aspek negatif dari orang-orang ini.
Di sebuah lingkungan dengan seratus persen
orang-orang yang ikhlas dan jujur yang mempunyai rasa takut kepada Allah,
tontonan yang memakan waktu lama dan tak ada hasilnya semacam ini tidak pernah
terjadi. Karena tujuan mereka adalah mencari jalan keluar yang paling diridhai Allah,
dan yang paling membawa manfaat bagi masyarakat, maka metode yang paling tepat
sesuai dengan akal dan nalar akan mudah ditemukan dan dilaksanakan tanpa
membuang-buang waktu. Karena setiap orang akan merasa puas dengan keputusan
akhir maka percekcokan pun tidak akan terjadi.
Jika ada yang merasa keberatan berdasarkan
dalih yang dapat diterima serta mengusulkan jalan keluar yang lebih baik, maka
usulan ini yang akan langsung dipakai. Mereka yang takut kepada Allah tidak
seperti kebanyakan orang, dan tidak menunjukkan sikap keras kepala dan arogan.
Dengan mengingat apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an; "… Dan di atas
tiap-tiap
orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha
Mengetahui" (QS. Yuusuf,
12: 76), mereka
mengambil pilihan yang paling tepat.
Kebalikannya, yakni diskusi yang
berlangsung hingga pagi hari tanpa dihasilkannya suatu pemecahan masalah adalah
contoh berharga yang dapat terjadi di sebuah lingkungan dimana akhlaq mulia
yang diajarkan agama tidak dijalankan.
Bagaimana
kelaparan dan kemelaratan di setiap penjuru dunia mendorong seseorang untuk
berpikir?
Salah satu permasalahan yang
sering dibahas di media massa adalah ketidakadilan dalam masyarakat. Ketika di
belahan dunia yang satu terdapat negara-negara yang sangat makmur dengan
tingkat
kesejahteraan yang sangat
tinggi, namun di belahan bumi yang lain terdapat orang-orang yang tidak
memiliki sesuatupun yang dapat dimakan atau obat untuk penyakit yang paling
ringan sekalipun sehingga mereka pada akhirnya meninggal tak terurus. Pertama-tama,
fenomena tersebut menunjukkan keberadaan sebuah sistim yang dzalim dan tidak
adil di dunia. Sebenarnya sangatlah mudah bagi satu atau segilintir negara
untuk menyelamatkan orang-orang yang terdzalimi ini. Misalnya, rakyat di
negara-negara tetangga di Afrika sedang mati kelaparan, namun ada
kelompok masyarakat yang telah menumpuk harta dari pertambangan intan dan
dengannya membangun sebuah peradaban yang maju. Kendatipun sangat mudah untuk
memindahkan orang-orang yang hidup melarat dan kelaparan dan hampir meninggal
ini, atau memberi sarana yang mereka butuhkan di daerah tempat tinggal mereka,
namun selama puluhan tahun tidak ada jalan keluar yang berarti yang telah
diberikan kepada mereka. Menolong orang tersebut bukanlah sebuah tugas yang
dapat diselesaikan oleh segelintir orang. Untuk mendapatkan penyelesaian yang
berarti, perlu banyak orang yang mau mengorbankan diri mereka. Sayangnya,
hingga kini jumlah orang yang menklaim telah mengatasi bencana kemanusiaan
tersebut masih terlalu sedikit.
Di
lain pihak, trilyunan dolar telah dihambur-hamburkan di setiap penjuru dunia
untuk beragam tujuan. Di satu sisi ada orang-orang yang membuang makanannya
hanya karena tidak puas dengan jumlah garam dalam makanan tersebut, di lain
pihak ada manusia yang mati karena tidak menemukan makanan untuk dimakan. Ini
adalah bukti nyata adanya tatanan yang dzalim dan tidak adil akibat tidak
diamalkannya akhlaq agama.
Orang yang memahami persoalan ini berpikir
bahwa satu-satunya yang akan menghilangkan ketidakadilan adalah akhlaq yang
diajarkan Allah. Mereka yang takut kepada Allah dan bertingkah laku sesuai
dengan hati nurani dan akalnya tidak akan pernah membiarkan kepincangan dan
ketidakadilan yang ada. Mereka akan keluar untuk menolong orang-orang yang
membutuhkan dengan solusi yang cepat, tepat dan permanen tanpa menonjolkan diri
ataupun mengharapkan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa menolong
kaum fakir dan miskin adalah ciri orang-orang yang takut kepada Allah dan hari
pembalasan:
"Dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia dalam bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang
tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang yang
mempercayai hari
pembalasan, dan orang-orang
yang takut terhadap
adzab Tuhannya." (QS.
Al-
Ma’arij, 70: 24-27)
"Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya
kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari
itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan." (QS. Al-Insaan, 76: 8-10)
Tidak memberi makan kepada orang miskin
adalah ciri orang yang tidak beragama dan tidak memiliki
rasa takut kepada Allah:
"Peganglah
dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam
api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang
panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada
Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi
makan orang miskin. Maka tiada seorang temanpun baginya
pada
hari ini di sini. Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari
darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang
berdosa." (QS. Al-Haaqqah, 69: 30-37)
Diantara pemberitaan yang sering kita
disaksikan di berbagai stasiun TV dan surat kabar adalah laporan tentang
bencana alam. Manusia dapat tertimpa bencana alam seperti gempa bumi hebat,
kebakaran ataupun banjir. Seseorang yang menyaksikan berbagai liputan tentang
bencana alam berpikir bahwa Allah mempunyai kuasa atas segala sesuatu, bahwa
Dia dapat saja menghancur luluhkan sebuah kota hingga rata dengan tanah jika
Dia menghendaki. Setelah memikirkan ini semua, ia paham bahwa tidak ada
sesuatupun selain Allah yang dapat dijadikan tempat berlindung dan memohon
pertolongan. Bahkan bangunan-bangunan yang paling kokoh; kota-kota yang
dilengkapi dengan teknologi yang paling canggih pun tidak akan mampu bertahan
terhadap adzab Allah; mereka dapat musnah seketika.
Semua pemandangan ini ditunjukkan kepada
manusia agar berpikir dan mengambil pelajaran.
Orang
yang mendengar atau membaca laporan bencana alam tersebut juga berpikir bahwa
Allah telah menurunkan bencana atas kota ini untuk suatu tujuan. Dalam
Al-Qur'an, Allah berfirman bahwa kepada bangsa-bangsa yang menentang, Allah
mengirimkan adzab agar mereka sadar atau mendapatkan balasan dari perbuatan
mereka. Dengan demikian jika suatu masyarakat melakukan bentuk perbuatan yang tidak
diridhai Allah, mereka pun akan dikenai hukuman Allah dengan sebab tersebut.
Atau Allah mungkin sedang menguji mereka dengan kesusahan di dunia.
Dengan memikirkan segala kemungkinan
tersebut, seseorang akan takut kalau-kalau hal serupa akan juga menimpanya, dan
memohon ampunan Allah atas segala perbuatannya.
Tak seorang atau suatu bangsa pun dapat
menghindar dari bencana apapun kecuali jika Allah berkehendak lain. Tak peduli
apakah bangsa tersebut termasuk yang paling kaya dan terkuat di dunia atau mendiami
sebuah tempat yang letak gegrafisnya tidak menunjukkan adanya kemungkinan
terkena bencana tersebut. Allah berfirman bahwa tak ada satupun bangsa yang
mampu mencegah bencana yang akan menimpa mereka.
"Maka apakah penduduk negeri-negeri
itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di
waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman
dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik
ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah
(yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan adzab Allah kecuali
orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang
mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau
Kami
menghendaki tentu Kami adzab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati
hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (QS.
Al-A’raaf,
7: 97-100)
Topik
lain yang sering muncul dalam berita adalah masalah ekonomi yang makin
terpuruk. Sejumlah berita negatif khususnya tentang nilai suku bunga atau riba
disiarkan setiap hari. Orang yang membaca laporan-laporan yang menyebut tentang
suku bunga yang tidak terkendali dan menyebabkan krisis ekonomi berpikir
bahwa
akibat dari perbuatan terlarang yang begitu luasnya tersebar, Allah mengurangi
pendapatan mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam ayat, "… Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.". (QS. Al-
Baqarah, 2: 276), Allah mampu menghilangkan
keuntungan yang dihasilkan melalui bunga atau riba, dan
menurunkan produktifitasnya.
Fakta ini tercantum dalam ayat lain:
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya)" (QS. Ar-Ruum, 30: 39)
Bagi orang yang merenung, berita tentang
riba termasuk bukti nyata yang menunjukkan bahwa ayat Allah berlaku pada
manusia
Berpikir tentang
tempat-tempat yang indah
Melalui acara-acara TV, surat kabar dan
majalah-majalah manusia dapat menyaksikan sekaligus memikirkan
keindahan-keindahan yang Allah ciptakan. Melihat ataupun mengunjungi
pemandangan yang mempesona, rumah yang bagus, taman atau pantai yang indah
sudah pasti menyenangkan setiap orang. Beragam pemandangan tersebut
pertama-tama dapat mengingatkan seseorang akan surga. Orang yang beriman sekali
lagi ingat bahwa Allah, yang telah memberikan sedemikian banyak nikmat dan
menunjukkan keindahan yang luar biasa, telah menyediakan tempat-tempat yang
keindahannya tak tertandingi di surga.
Pemandangan
tersebut dapat pula mendorong seseorang untuk berpikir: setiap keindahan yang
diciptakan di dunia memiliki sejumlah ketidaksempurnaan karena memang dunia
adalah tempat ujian. Seseorang yang berada beberapa saat di tempat-tempat
rekreasi yang gambarannya pernah ia saksikan sebelumnya di TV dapat melihat
kekurangan-kekurangan tersebut. Beberapa contoh diantaranya adalah cuaca yang
terlalu lembab, air laut yang kadar garamnya sangat tinggi, panas terik yang
menyengat, lalat yang berterbangan di mana-mana. Di dunia terdapat banyak
kesulitan-kesulitan dan keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan seperti sakit
akibat tersengat sinar matahari, agen perjalanan yang kurang terorganisasi,
temperamen kurang bersahabat dari orang-orang yang bersama-sama dengan kita
merasakan kondisi ini.
Sebaliknya, di dalam surga terdapat
keindahan-keindahan yang sempurna dan asli, tak terdapat sesuatupun yang
mengganggu manusia dan tak satupun percakapan yang tidak menyenangkan akan
terucap. Ketika melihat setiap keindahan yang ada di dunia, ia memikirkan dan
mendambakan surga. Ia selalu bersyukur
atas segala kenikmatan yang
telah dikaruniakan Allah kepadanya di dunia, dan ia menikmatinya sambil
berpikir bahwa semua ini adalah anugerah yang Allah turunkan dari rahmat-Nya.
Dengan mengetahui bahwa sumber dari segala keindahan ini berasal dari surga, ia
tidak akan melupakan akhirat akibat terlenakan oleh keindahan-keindahan dunia.
Ia menjalani kehidupan dengan cara yang membuatnya mampu memperoleh keindahan
abadi dan layak untuk masuk ke dalam surga Allah.
Bagaimana
informasi dari majalah ilmiah yang menyatakan bahwa unsur penyusun materi
adalah atom membuat seseorang berpikir?
Tanpa
memikirkan terhadap apa-apa yang ia ketahui, seseorang tidak akan mampu
mengetahui hal-hal yang demikian rumit namun penting; dan menyadari betapa luar
biasanya lingkungan di mana ia berada. Oleh karena itu, orang yang beriman
senantiasa memikirkan berbagai makhluk hidup dan kejadian-kejadian yang Allah
ciptakan. Kendatipun semua itu dapat berupa segala sesuatu yang sudah umum dan
diketahui oleh banyak orang, namun ia mampu untuk mengambil
kesimpulan-kesimpulan yang berbeda dibandingkan dengan orang lain.
Sebagai contoh, adalah fakta yang telah
dikenal luas bahwa unsur dasar penyusun setiap benda di jagad raya, hidup
ataupun tak hidup, adalah atom-atom. Dengan kata lain sebagian besar manusia
tahu bahwa buku yang mereka baca, kursi yang mereka duduki, air yang mereka
minum dan apapun yang mereka lihat di sekitar mereka tersusun atas atom-atom.
Namun hanya orang-orang yang memiliki nalar dan kesadaran saja yang mampu
berpikir lebih jauh tentang hal ini dan menyaksikan kehebatan Allah.
Ketika orang-orang tersebut melihat sebuah
laporan yang membahas tentang topik di atas, ia akan berpikir sebagaimana
berikut: atom-atom adalah benda tak hidup. Lalu bagaimana substansi tak hidup
seperti atom-atom dapat bergabung dan membentuk wujud manusia yang memiliki
kemampuan untuk melihat, mendengar, menafsirkan segala sesuatu yang mereka
terima, menikmati musik yang mereka dengar, berpikir, membuat
keputusan-keputusan, menjadi bahagia atau tidak bahagia? Bagaimana manusia
mendapatkan segala kemampuan seperti ini?; yakni sifat-sifat kemanusiaan yang
sama sekali berbeda dengan wujud fisik yang dihasilkan dari penggabungan atom-atom
yang berbeda tersebut.
Sudah tentu atom-atom yang tak hidup dan
tidak memiliki kesadaran tersebut tidak dapat memberikan kepada manusia
sifat-sifat kemanusiaan. Adalah fakta bahwa Allah menciptakan manusia dengan
ruh yang memiliki sifat-sifat tersebut. Hal ini mengingatkan kita pada sebuah
ayat Allah:
"Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya
ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (QS. As-Sajadah, 32: 7-9)
Pernahkan anda berpikir bahwa setiap sesuatu
diciptakan untuk manusia saja?
Ketika seseorang yang beriman kepada Allah
mengamati segala sesuatu beserta sistim yang ada, hidup ataupun tak hidup, yang
ada di jagad raya dengan menggunakan mata yang penuh perhatian, ia melihat
bahwa segalanya telah diciptakan untuk manusia. Ia mengetahui bahwa tak satupun
yang muncul dan menjadi ada di dunia secara kebetulan, namun diciptakan oleh
Allah dalam keadaan yang sangat sesuai untuk kehidupan manusia.
Misalnya,
dari dulu hingga sekarang manusia dapat bernapas tanpa susah payah di setiap
saat. Udara yang ia hirup tidak membakar saluran hidungnya, tidak membuatnya
mabuk ataupun sakit kepala. Komposisi unsur-unsur ataupun senyawa-senyawa gas
dalam udara telah ditetapkan dalam jumlah yang paling sesuai untuk tubuh
manusia. Seseorang yang memikirkan hal ini teringat akan hal lain yang sangat
penting: seandainya kadar oksigen dalam atmosfir sedikit lebih atau kurang dari
yang ada sekarang, dalam dua keadaan tersebut kehidupan akan hancur. Ia lalu
ingat betapa susahnya bernapas ketika berada dalam tempat yang tidak mengandung
udara. Ketika seorang yang beriman terus-menerus memikirkan masalah ini, ia
akan selalu bersyukur kepada Tuhannya. Ia melihat bahwa atmosfir bumi dapat
saja dibuat sedemikian rupa sehingga membuatnya susah untuk bernapas
sebagaimana banyak planet-planet yang lain. Namun tidak lah demikian
kenyataannya, atmosfir bumi diciptakan dalam keseimbangan dan keteraturan yang
demikian sangat sempurna sehingga membuat jutaan manusia bernapas tanpa susah
payah.
Seseorang yang tiada henti memikirkan tentang planet dimana ia hidup, meyadari betapa pentingnya air yang diciptakan Allah untuk kehidupan manusia. Kemudian ia pun berpikir: manusia pada umumnya paham tentang pentingnya air hanya ketika mereka kekurangan air dalam waktu yang lama. Air adalah substansi yang kita butuhkan setiap saat dalam hidup kita. Misalnya, sebagian besar dari sel-sel tubuh, dan darah yang menjangkau setiap bagian kecil dari tubuh kita tersusun atas air. Jika tidak demikian, maka fluiditas darah akan berkurang dan darah akan sangat sulit mengalir di dalam pembuluh vena. Fluiditas air tidak hanya penting bagi tubuh kita akan tetapi juga untuk tumbuh-tumbuhan. Air mampu menjangkau bagian yang paling ujung dari daun dengan melalui pembuluh-pembuluhnya yang halus seperti benang.
Massa air yang sangat besar di lautan
menjadikan bumi kita tempat yang dapat didiami. Jika proporsi lautan di bumi
menjadi lebih kecil dari daratan, di mana-mana akan berubah menjadi gurun yang
tidak memungkinkan adanya kehidupan.
Seseorang
yang sadar dan berpikir tentang hal ini akan benar-benar yakin bahwa adanya
keseimbangan yang begitu sempurna di bumi sudah pasti bukanlah sebuah
kebetulan. Setelah menyaksikan dan memikirkan fenomena tersebut, akan tampak
bahwa segala sesuatu diciptakan dengan sebuah tujuan oleh Pencipta yang Maha
Tinggi dan Pemilik Kekuatan yang Abadi.
Di samping itu, ia juga sadar bahwa
contoh-contoh yang telah ia pikirkan sebagaimana di atas sangatlah terbatas.
Sungguh, tidaklah mungkin untuk menyebutkan jumlah seluruh contoh-contoh yang
berkenaan dengan keseimbangan yang sempurna di bumi. Bagi orang yang berpikir,
ia akan dapat dengan mudah menyaksikan keteraturan, kesempurnaan dan
keseimbangan yang terlihat jelas di setiap sudut jagad raya, dan dengannya
mencapai suatu kesimpulan bahwa
segala sesuatu diciptakan Allah untuk manusia. Allah berfirman dalam Al-
Qur'an:
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa
yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
Setiap orang telah mengetahui konsep
kekekalan atau keabadian, namun sudahkan anda berpikir tentang kekekalan? Ini
adalah salah satu yang menjadi bahan renungan orang yang beriman kepada Allah.
Keberadaan
kehidupan surga dan neraka yang kekal ciptaan Allah sangatlah penting dan perlu
untuk direnungkan oleh setiap orang. Seseorang yang memikirkannya akan mendapat
gambaran dalam benaknya: surga yang abadi adalah nikmat dan pahala yang sangat
besar yang diberikan kepada manusia setelah mati. Kehidupan yang penuh
kemuliaan di surga tidak akan pernah berakhir. Manusia hidup di dunia paling
lama seratus tahun. Namun kehidupan di surga akan berlangsung selama trilyunan
tahun dikalikan angka trilyunan tanpa ada akhirnya.
Orang yang ingat akan hal tersebut sadar
bahwa sangatlah sulit bagi manusia untuk memahami konsep keabadian. Contoh
berikut mungkin membantu dalam menjelaskan masalah ini: "seandainya di
dunia terdapat seratus trilyun manusia, dan semuanya memiliki umur seratus
trilyun tahun, dan mereka menghabiskan seluruh waktu hidupnya dengan berhitung
di siang dan malam hari, maka jumlah total angka yang mereka capai tetap nol
dibandingkan dengan jumlah tahun yang akan mereka habiskan di kehidupan yang
kekal di akhirat."
Setelah memikirkan masalah di atas,
seseorang akan sampai pada kesimpulan sebagai berikut: Allah memiliki ilmu yang
sedemikian luas dan tinggi yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peristiwa
yang berlangsung terus menerus sepanjang waktu tanpa ada akhirnya atau dengan
kata lain berlansung secara kekal dalam pandangan manusia, telah selesai atau
berakhir dalam pandangan Allah. Setiap peristiwa dan setiap pikiran manusia,
terlepas dari bentuk maupun waktu terjadinya peristiwa dan pikiran ini, yang
terjadi sejak pertama kali waktu diciptakan hingga saat keabadian berlangsung
telah ditentukan dan diputuskan menurut ilmu-Nya.
Demikian
pula, seseorang seharusnya berpikir bahwa neraka adalah tempat tinggal
selamanya bagi orang-orang yang tidak beriman. Terdapat beragam bentuk
penyiksaan, hukuman dan kehidupan yang menyengsarakan di neraka Di tempat ini
mereka menderita siksaan jasad dan ruh yang terus-menerus tanpa istirahat.
Siksaan yang tiada pernah berhenti hingga akhir masa, dan tidak pula pernah
dihentikan untuk tidur ataupun istirahat. Seandainya ada akhir dari kehidupan
di neraka, ini akan menjadi harapan bagi para penghuni neraka kendatipun
bertrilyun-trilyun tahun kemudian. Namun, yang mereka terima sebagai balasan
dari dosa-dosa yang mereka perbuat di kehidupan dunia adalah adzab yang kekal.
"Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-A'raaf, 7: 36)
Sangatlah penting bagi setiap individu
untuk mencoba memahami keabadian dengan merenungkannya dalam rangka meningkatkan
semangat dalam meraih akhirat, dan menguatkan ketakutan dan pengharapannya.
Sangat takut kepada siksaan yang kekal, namun pada saat yang sama senantiasa
berharap untuk mendapatkan surga yang abadi.
Terdapat
sejumlah pelajaran penting dalam fenomena mimpi bagi orang yang berpikir. Ia
berpikir: betapa "sangat nyatanya" mimpi-mimpi yang dilihatnya ketika
sedang tidur, tidak begitu berbeda dengan ketika ia sedang terjaga. Misalnya,
kendatipun jasad sedang terbujur di tempat tidur, dalam mimpinya ia melakukan
perjalanan bisnis, bertemu dengan orang-orang baru, makan siang sambil
mendengarkan musik. Ia menikmati rasa makanannya, menari-nari mengikuti irama
musik, merasa sangat gembira karena peristiwa-peristiwa yang terjadi, menjadi
bahagia dan tidak bahagia, takut, merasa lelah, bahkan mampu mengemudikan
kendaran yang belum pernah dinaikinya atau bahkan belum tahu bagaimana
mengendarainya hingga hari itu.
Kendatipun
tubuh tertidur dengan tenang di pembaringan dengan kedua mata terpejam, ia
melihat beragam pemandangan dari tempat di mana ia berada. Ini berarti bahwa
apa yang melihat bukanlah matanya. Meskipun ruangan tempat ia tidur kosong, ia
mendengar suara-suara. Ini berarti bahwa yang mendengar bukanlah telinganya.
Segala sesuatu terjadi di dalam otaknya. Setiap kejadian tersebut sama sekali
nyata seakan-akan setiap apa yang dilihat benar-benar nyata dan asli kendatipun
tak satupun dari yang dilihatnya tersebut memiliki keaslian atau wujud di luar
mimpinya. Lalu apakah yang menyebabkan pemandangan-pemandangan tersebut tampak
sedemikian nyata di benak seseorang? Manusia tidak mampu membuatnya secara
sadar dan sengaja ketika sedang tidur. Otak pun tidak akan mampu membuat
sendiri gambar-gambar serupa. Otak adalah sebuah gumpalan yang terdiri atas
molekul-molekul protein. Sangatlah tidak rasional untuk mengatakan bahwa
substansi ini dengan sendirinya mampu membuat gambaran, bahkan menampilkan
wajah-wajah manusia, tempat-tempat, suara yang belum pernah terdengar kecuali
pada hari itu. Lalu siapakah yang memperlihatkan gambar-gambar atau
pemandangan-pemandangan ini dalam mimpi ketika sedang tidur? Sekali lagi,
seseorang yang merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini akan melihat kebenaran
yang hakiki: Allah lah yang membuat manusia tidur, mengambil ruh mereka ketika
mereka sedang tidur, mengembalikannya kepada mereka ketika bangun dan
memperlihatkan mimpi-mimpi mereka dalam tidur.
Orang
yang mengetahui bahwa Allah memperlihatkan mimpi juga akan merenungkan makna
tersembunyi dan tujuan penciptaan mimpi tersebut. Ketika seseorang mendapatkan
mimpi, ia yakin akan keberadaan orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang ia
alami sebagaimana ketika ia sedang terjaga. Ia berpikir bahwa semua ini
benar-benar nyata, bahwa kehidupan dalam mimpinya tidak akan berakhir dan akan
berlangsung terus-menerus. Jika ada seseorang yang datang menghampirinya dan
berkata,"Anda saat ini sedang bermimpi, bangunlah", maka ia tidak
akan mempercayainya. Orang yang mengetahui tentang kenyataan tersebut akan
berpikir: "Tak seorang pun dapat menyangkal bahwa hidup di dunia pun
sementara, sebagaimana mimpi belaka. Sebagaimana
ketika
terjaga dari sebuah mimpi, suatu hari saya juga akan terbangun dan terjaga dari
kehidupan dunia dan melihat
gambaran yang sama sekali berbeda, misalnya gambaran tentang akhirat….
Al-Qur'an
adalah kitab terakhir yang Allah turunkan bagi semua manusia. Setiap orang yang
hidup di bumi wajib mempelajari Al-Qur'an dan melaksanakan
perintah-perintahnya. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mempelajari ataupun
melaksanakan apa yang Allah perintahkan dalam Al-Qur'an kendatipun mereka
menerimanya sebagai sebuah kitab yang diwahyukan. Ini adalah akibat dari belum memikirkan
tentang Al-Qur'an tetapi sekedar mengetahui dari informasi yang didapat dari
sana sini. Sebaliknya, bagi orang yang berpikir, Al-Qur'an memiliki kedudukan
dan peranan yang sangat besar dalam kehidupannya.
Pertama-tama, orang yang
"berpikir" ingin mengetahui tentang Pencipta yang telah menciptakan
dirinya dan jagad raya di mana ia tinggal dari ketiadaan, yang telah memberinya
kehidupan ketika dirinya belum berwujud, dan yang telah menganugerahkan
kepadanya nikmat dan keindahan yang tak terhitung jumlahnya; dan ia pun
mempelajari tentang bentuk-bentuk perbuatan yang diridhai Allah. Al-Qur'an,
yang Allah wahyukan kepada Rasul-Nya, adalah petunjuk yang memberikan jawaban
atas pertanyaan manusia di atas. Dengan alasan ini, manusia perlu mengetahui kitab
Allah yang diturunkan untuknya sebagai petunjuk yang dengannya ia membedakan
yang baik dari yang buruk, merenungkan setiap ayatnya dan melaksanakan apa yang
Allah perintahkan dengan cara yang paling tepat dan diridhai.
Allah berfirman tentang tujuan diturunkannya
Al-Qur'an untuk manusia:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS.
Shaad, 38: 29)
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah peringatan. Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al-Qur’an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun." (QS. Al-Muddatstsir, 74: 54-56)
Banyak
orang membaca Al-Qur'an, namun yang penting adalah sebagaimana yang Allah
nyatakan dalam ayat-Nya yakni merenungkan tiap ayat Al-Qur'an, mengambil
pelajaran dari ayat tersebut dan memperbaiki perilaku seseorang sesuai dengan
pelajaran yang terkandung di dalamnya. Orang yang membaca ayat: "Karena
sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada
kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada
kemudahan."
(QS. Alam Nasyrah, 94: 5-6), misalnya, akan merenungkan ayat ini: ia paham bahwa Allah menciptakan
kemudahan disamping setiap kesulitan, karena itu yang ia harus lakukan ketika
menemui sebuah kesulitan adalah percaya penuh kepada Allah dan menantikan
kemudahan yang akan datang kemudian. Dengan janji Allah ini, ia melihat bahwa
putus harapan atau menjadi panik di saat munculnya kesulitan adalah sebuah
tanda dari lemahnya iman. Setelah membaca dan merenungkan ayat di atas,
perilakunya selalu sejalan dengan ayat tersebut sepanjang hidupnya.
Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan beberapa
pelajaran dari kehidupan para nabi dan rasul yang hidup di masa lampau agar
manusia dapat melihat bagaimana perilaku, pembicaraan dan kehidupan manusia
yang diridhai Allah, dan menjadikan mereka sebagai panutan. Allah berfirman
dalam beberapa ayat-Nya bahwa manusia hendaknya memikirkan dan mengambil
pelajaran dari kisah-kisah para rasul tersebut:
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka
itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS.
Yuusuf, 12: 111)
"Dan juga pada Musa (terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir'aun dengan
membawa mu'jizat yang nyata." (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 38)
"Maka Kami selamatkan Nuh dan
penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi
semua umat manusia." (QS. Al-Ankabuut, 29: 15)
Dalam
Al-Qur'an, disebutkan beberapa ciri bangsa-bangsa kuno, akhlaq serta
bencana-bencana yang menimpa mereka. Adalah sebuah kesalahan yang besar untuk
memahami ayat-ayat ini hanya sebagai peristiwa sejarah dengan berbagai
peristiwa yang menimpa mereka. Sebab, sebagaimana di semua ayat yang lain,
Allah mengisahkan kehidupan bangsa-bangsa di masa lampau untuk kita renungkan
dan ambil pelajaran dari berbagai bencana yang menimpa bangsa-bangsa ini
sebagai pedoman dalam memperbaiki perilaku kita:
"Dan
sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera)
yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan Kami
sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah
Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil
pelajaran?
Maka
alangkah dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya telah
Kami mudahkan Al-Qur’an
untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (QS. Al-
Qamar, 54: 13-17)
Allah telah menurunkan Al-Qur'an untuk
semua manusia sebagai petunjuk. Oleh karena itu, memikirkan setiap ayat
Al-Qur'an dan menjalani hidup sesuai Al-Qur'an dengan mengambil pelajaran dan
peringatan dari setiap ayatnya adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keridhaan,
kasih sayang dan surga Allah.
Allah
mengajak manusia untuk berpikir?
"Dan Kami turunkan kepadamu
Adz-Dzikr (Al-Qur’an),
agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (QS. An-Nahl,
16: 44)
Sebagaimana
dalam ayat di atas, di banyak ayat-Nya yang lain, Allah mengajak manusia untuk
merenung. Memikirkan tentang apa-apa yang Allah perintahkan kita untuk
berpikir, dan melihat makna tersembunyi dan keajaiban ciptaa-Nya adalah salah
satu bentuk ibadah. Setiap hal yang kita renungkan akan membantu kita untuk
lebih mengetahui dan mengakui akan Kekuasaan, Kebijaksanaan, Ilmu, Seni dan
sifat-sifat Allah yang lain.
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan penciptaan dirinya sendiri
"Dan
berkata manusia: "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku
sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?" Dan tidakkah
manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu,
sedang ia tidak ada sama sekali?" (QS. Maryam, 19: 66-67)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan tentang penciptaan alam semesta
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan
Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. Al-Baqarah, 2: 164)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan sifat kehidupan dunia yang sementara
"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya
mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya adzab
Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-tanamannya) laksana
tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.
Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang
yang berpikir." (QS. Yuunus, 10: 24)
"Apakah
ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam
buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai
keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang
mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada kamu supaya kamu memikirkannya." (QS. Al-Baqarah, 2: 266)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan nikmat-nikmat yang mereka miliki
"Dan
Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan
sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan
berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun
anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak
bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian
tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain
tentang
rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Ra‘d, 13: 3-4)
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa
yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
"Dia
menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur
dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan
malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu
ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya), dan
Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan
berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama
kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat
petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan
bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang
menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 11-17)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan tentang dirinya sendiri
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan
tentang (kejadian) diri mereka?" (QS. Ar-Ruum, 30: 8)
Allah
mengajak manusia untuk berpikir tentang akhlaq yang baik
"Dan
janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata,
maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji
Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat."
(QS. Al-An‘aam,
6: 152)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl,
16: 90)
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat." (QS. An-Nuur, 24: 27)
Allah
mengajak manusia ntuk berpikir tentang akhirat, hari kiamat dan hari
penghisaban.
"Pada hari ketika tiap-tiap diri
mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang
telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa
yang jauh; dan Allah
memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada
hamba-hamba-Nya." (QS.
Aali ‘Imraan, 3: 30)
"Dan ingatlah hamba-hamba Kami:
Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan
ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlaq yang tinggi yaitu selalu mengingatkan
(manusia) kepada negeri akhirat." (QS. Shaad, 38: 45-46)
"Maka
tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya
kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang
tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila
Kiamat sudah datang?" (QS. Muhammad, 47: 18)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan makhluk hidup yang Dia ciptakan
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah:
"Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat
yang dibikin manusia", kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam)
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan
bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan." (QS. An-Nahl, 16:
68-69)
Allah
mengajak manusia untuk memikirkan adzab yang dapat secara tiba-tiba menimpanya
"Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku
jika datang siksaan
Allah kepadamu, atau
datang
kepadamu
hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang
yang benar!" (QS. Al-An‘aam, 6: 40)
"Katakanlah: "Terangkanlah
kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu,
siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?"
Perhatikanlah
bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami),
kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS. Al-An‘aam, 6: 46)
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku
jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-
konyong,
atau terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang
yang dzalim?" (QS. Al-An‘aam, 6: 47)
"Dan tidaklah mereka (orang-orang
munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun,
dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?"
(QS. Yuunus, 10: 50)
"Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik)
memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka
tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (QS.
At-Taubah, 9: 126)
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan
kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang
terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar
mereka ingat." (QS. Al-Qashas, 28: 43)
"Dan
sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan
sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan)
musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil
pelajaran. (QS. Al-A‘raaf, 7: 130)
Allah mengajak manusia
untuk memikirkan tentang
Al-Qur'an
"Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya." (QS. An-Nisaa’, 4: 82)
"Maka
apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang
kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka
dahulu?" (QS. Al-Mu’minuun,
23:
68)
"Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38: 29)
"Sesungguhnya
Kami mudahkan Al Qur'an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat
pelajaran." (QS. Ad-Dukhaan, 44: 58)
"Sekali-kali tidak demikian
halnya. Sesungguhnya Al Qur’an itu adalah peringatan.Maka barangsiapa menghendaki, niscaya
dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an)." (QS. Al-
Muddatstsir, 56: 54-55)
"Dan
demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah
menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar
mereka bertakwa atau (agar) Al Qur'an itu menimbulkan pengajaran bagi
mereka.". (QS. Thaahaa, 20: 113)
Rasul-rasul
Allah mengajak umatnya yang kurang dalam hal pemahaman untuk berpikir
"Katakanlah:
Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak
(pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa
aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang
melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (QS. Al-
An‘aam, 6: 50)
"Dan
dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah
tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk
kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan
yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala
Tuhanku
menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala
sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?"
(QS. Al-An‘aam,
6: 80)
Allah
mengajak manusia berpikir untuk melawan pengaruh syaitan
"Dan
jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka
ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya.
Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan
dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)." (QS. Al-A‘raaf, 7: 200-
202)
Perintah
Allah untuk mengarahkan orang yang diberi penjelasan tentang ajaran agama agar
berpikir secara mendalam
"Pergilah kamu beserta saudaramu
dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam
mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui
batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaahaa, 20: 42-44)
Allah
mengajak manusia untuk berpikir tentang kematian dan mimpi
"Allah memegang jiwa (orang) ketika
matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia
tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan
jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir." (QS.
Az-Zumar, 39: 42)
Tujuan
penulisan buku ini adalah "mengajak untuk berpikir". Kebenaran dapat
disampaikan kepada seseorang melalui berbagai macam cara, dengan sangat rinci beserta
semua bukti serta segala sarana yang ada. Namun jika orang tersebut tidak
memikirkan sendiri kebenaran yang ada secara ikhlas dan jujur dengan tujuan
memahami kebenaran, segala usaha tersebut tidak akan ada artinya. Oleh karena
itu, ketika rasul-rasul Allah menyampaikan risalah kepada umat mereka, mereka
menyampaikannya secara jelas kemudian menyuruh mereka untuk memikirkannya.
Seseorang
yang berpikir akan sangat paham akan rahasia-rahasia ciptaan Allah, kebenaran
tentang kehidupan di dunia, keberadaan neraka dan surga, dan kebenaran hakiki
dari segala sesuatu. Ia akan sampai kepada pemahaman yang mendalam akan
pentingnya menjadi seseorang yang dicintai Allah, melaksanakan ajaran agama
secara benar, menemukan sifat-sifat Allah di segala sesuatu yang ia lihat, dan
mulai berpikir dengan cara yang tidak sama dengan kebanyakan manusia, namun
sebagaimana yang Allah perintahkan. Walhasil ia akan mendapatkan kenikmatan
yang lebih dari keindahan-keindahan yang ia saksikan, melebihi dari yang
didapatkan oleh orang lain. Ia tidak akan menderita tekanan batin karena
terbawa oleh angan-angan kosong yang tidak ada dasarnya dan tidak terseret oleh
kerakusan dunia.
Ini
hanyalah sedikit dari keutamaan-keutamaan yang diperoleh seseorang yang
berpikir di dunia. Balasan di akhirat untuk orang yang selalu mencari kebenaran
dengan berpikir adalah kecintaan, keridhaan, kasih sayang dan surga Allah.
Sebaliknya,
satu hari pasti akan datang ketika mereka yang semasa masih di dunia tidak mau
memikirkan kebenaran akan berpikir, bahkan lebih dari itu, "berpikir
secara mendalam dan merenung" dan melihat kebenaran-kebenaran tersebut
dengan sangat jelas. Namun, pada hari itu berpikir tidak akan berguna bagi
mereka, bahkan membuat mereka tertimpa kesedihan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Maka apabila malapetaka yang sangat
besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika)
manusia teringat akan apa yang
telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang
yang melihat." (QS. An-Naazi‘aat, 79: 34-36)
Mengajak
manusia (yang memiliki anggapan bahwa mereka dapat lolos dari tanggung jawab
mereka dengan tidak berpikir) untuk berpikir sehingga mereka dapat merenungkan
akibat yang akan menimpa mereka, dan kembali kepada agama Allah, adalah satu
bentuk ibadah bagi orang-orang mukmin. Namun, sebagaimana Allah berfirman dalam
Al-Qur'an:
"…Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an)".
"…Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an)".
(QS. Al-Muddatstsir, 56: 55)